Eldharin : Peradaban Dunia Yang Gemilang

Posted on Updated on

Wahai saudaraku. Dalam sejarah kehidupan Manusia di Bumi, telah banyak kisah tentang para kesatria terbaik yang teguh dalam menegakkan Dharma (kebenaran sejati). Jalan hidupnya pun tidak mudah, penuh lika-likunya yang menguras tenaga dan air mata. Dan khusus dalam tulisan ini, kita akan membahas tentang sosok leluhur yang istimewa. Apa yang telah dilakukannya perlu dijadikan sebagai teladan, agar nanti ketika menjalani kehidupan ini bisa mendapatkan acuan dan manfaat yang berharga.

Nah, untuk mempersingkat waktu mari ikuti riwayat berikut ini:

1. Awal kisah
Kisah ini terjadi pada waktu miliaran tahun silam, tepatnya di masa setelah pertempuran dahsyat periode pertengahan zaman ketiga (Dirganta-Ra) usai. Kala itu seluruh peradaban dunia sampai hancur berantakan dan jumlah penduduk Bumi dari kalangan Manusia sudah berkurang drastis, tidak lebih dari seperempat (¼) dari yang sebelumnya. Mereka pun akhirnya terbagi ke dalam beberapa rombongan besar dan menyebar ke berbagai wilayah di Bumi. Khusus di kawasan yang sekarang disebut Nusantara-Australia-New Zealand-Oceania-Polinesia, terdapat tiga kelompok besar Manusia. Satu kelompok di bawah pimpinan Gaidar yang kemudian dikenal sebagai Qamuira (bangsa bijak), satu kelompok lainnya di bawah pimpinan Nirimu yang kemudian dikenal sebagai Hanurrin (bangsa cahaya), dan satu kelompok lagi di bawah pimpinan Hal-Qaris yang kemudian dikenal sebagai Amargeus (bangsa tangguh).

Nah, dari semua yang bertahan setelah pertempuran dahsyat mempertahankan Bumi dari invasi makhluk asing (dimensi lain) itu, maka ada pula sebagian dari Manusia yang terpisah dari rombongan besar dalam perjalanannya. Mereka ini sampai berkeliaran dalam hutan-hutan dunia lalu menjadi berbagai suku bangsa pengembara. Ada tiga kelompok besar pengembara yang dipimpin oleh masing-masing penguasa yang kuat, di antaranya Khore yang memimpin bangsa Tildha, Yarsal yang memimpin bangsa Hiramu, Sunrai yang memimpin bangsa Abaki, Gawu yang memimpin bangsa Nehda, dan Wiltar yang memimpin bangsa Umnor.

Catatan: Pada masa itu, ukuran tubuh Manusia sangat berbeda dari sekarang, Tinggi rata-ratanya sekitar ±18 meter, sementara umurnya bisa mencapai lebih dari 300 tahun. Bahkan dengan cara-cara atau teknik yang khusus, mereka dapat hidup sampai ribuan tahun.

Singkatnya, terdapat 8 golongan utama dari bangsa Manusia yang hidup di kawasan yang kini disebut Nusantara-Australia-New Zealand-Oceania-Polinesia. Mereka itu pada akhirnya memiliki wilayahnya masing-masing di berbagai penjuru Bumi. Lalu, dari ke 8 golongan tersebut, kemudian berkembang lagi menjadi bangsa-bangsa lain yang berdaulat di tempatnya sendiri-sendiri. Selain itu, terdapat pula golongan makhluk lainnya seperti Peri, Naiwa, Karudasya, Cinturia, Ruwan, dan Naga  yang juga memiliki wilayahnya sendiri-sendiri. Mereka pun tetap memiliki sistem ketatanegaraan yang lengkap, yang dipertahankan terus menerus dari sebelum pertempuran dahsyat terjadi. Bahkan di negerinya bangsa-bangsa itu, khususnya bangsa Peri, mereka telah mengumpulkan semua cahaya dan hal-hal yang indah, dan membangun rumah-rumah besar, taman-taman yang menawan, dan kota yang megah. Pemimpin tertingginya memiliki balairung-balairung yang menakjubkan di puncak bukit tertinggi, sehingga mereka bisa menatap luas ke segala arah.

Lalu di tempat khusus di tengah kotanya, mereka telah menanam dua pohon raksasa yang tumbuh subur dan memiliki daun-daun warna hijau dengan warna perak berkilauan di bagian bawahnya, dan bunga-bunga putih seperti kembang Sakura tempat embun cahaya bening menetes; pohon satunya lagi memiliki daun warna merah dengan warna emas berkilauan di bagian bawahnya dan bunga-bunga warna ungu seperti kuntum-kuntum bunga Tanjung yang menggelantung, memancarkan cahaya yang berkilauan. Masing-masing pohon berkembang selama 6 jam dengan penuh kecemerlangan, kemudian meredup selama 6 jam lagi; maka dua kali sehari tibalah waktu cahaya yang lebih lembut ketika masing-masing pohon meredup dan cahaya mereka menyatu.

Sungguh menakjubkannya peradaban bangsa Peri itu, karena sebagian dari mereka pun tinggal di tepi-tepi pantai yang bermandikan cahaya bintang. Pada masa itu, pantai-pantai di sana (di sebelah tenggara-selatan Nusantara) menikung ke barat di ujung utaranya, sampai hanya ada laut berombak tinggi yang memisahkannya dari negeri-negeri bangsa Manusia. Lebih dari itu, suatu ketika muncullah seorang Iswan (pemimpin dari golongan Hirruwas) ke negeri bangsa Peri ini untuk menciptakan pegunungan yang melingkar, sementara di sana ada lembah yang dalam dan sebuah bukit tinggi yang menghijau. Bukit ini menghadap ke teluk Neleri dan pada waktu-waktu tertentu diterangi cahaya istimewa dari dua pohon raksasa. Nah, di sanalah akhirnya sebagian besar Peri yang masih tinggal di Bumi lalu menetap selama jutaan tahun, terpisah oleh zaman, sehingga bahasa mereka pun tak pernah berubah alias tetap orisinil. Mereka juga membangun kota yang sangat indah dan megah, sehingga yang tinggal di sana pun merasakan damai dan sejahtera.

Catatan: Kedua pohon raksasa yang bernama Aisril dan Nihril tersebut, pada setiap 100 tahun sekali akan berbuah. Adapun bentuknya mirip dengan buah plum hanya saja berwarna kuning keemasan dan memancarkan cahaya benderang. Lebih uniknya lagi, pada bagian dasar/pangkal buah yang berbentuk mirip buah plum itu terdapat semacam kelopak tiga lapis yang berbentuk bunga lotus. Warnanya pun emas dan juga memancarkan sinar terang. Aroma buahnya wangi seperti mangga-kuweni dan terasa manis yang menyegarkan. Sangat nikmat dan mengandung banyak daya kehidupan serta energi kekuatan. Siapapun yang memakannya bisa langsung mendapatkan banyak khasiat, termasuk dapat meningkatkan level kesaktian dan melancarkan proses kultivasi. Sementara kelopak buahnya pun sangat bermanfaat terutama bagi kesehatan dan umur panjang. Karena itulah buah tersebut dinamakan Yamuril atau buah suci.

Sementara itu di Avalda (sebutan untuk negeri-negeri bangsa Manusia kala itu) peradaban yang dibangun setelah 10.000 tahun juga menakjubkan. Mereka bahkan telah menciptakan permata dan mutiara warna-warni dalam jumlah yang tak terhitung lagi, memenuhi seluruh komplek istana dengannya, dan sebagian besar sudut-sudut kota. Para ahli dalam berbagai keterampilan dan kesaktian di antara para ilmuwan dan kesatria pun tidak sedikit. Mereka tersebar di setiap negeri dan menjadi kebanggaan dari kaumnya. Sungguh peradaban dunia yang menjadi keinginan dari setiap insan yang berakal.

Catatan: Pada masa itu, peradaban Manusia sudah sangat maju karena antara kemampuan teknologi dan spiritual berkembang secara seimbang, bahkan tak sedikit yang justru berhasil disatukan. Di setiap negara sudah menggunakan peralatan yang canggih dan tak kalah dengan sekarang, bahkan cenderung lebih canggih. Oleh sebab itulah tidak aneh bila mereka bisa menciptakan hal-hal yang luar biasa seperti kendaraan tanpa roda (karena punya teknologi anti gravitasi), baju zirah terbang, senjata laser, dan super komputer hologram berbasis quantum dan kecerdasan buatan (AI). Mereka juga sudah menciptakan pesawat terbang super canggih yang bisa melesat dengan kecepatan cahaya untuk keperluan penelitian luar angkasa. Tak ada yang diperuntukan sebagai peralatan militer atau untuk kebutuhan perang. Karena mereka lebih fokus dalam upaya mengembangkan kemampuan dalam diri mereka sendiri (kesaktian). Jika pun harus terjadi perang, maka itu dilakukan secara manual, alias bertarung hadap-hadapan menggunakan kemampuan fisik dan kesaktian.

Namun yang namanya Manusia takkan pernah merasa puas, selalu kurang dengan apa yang sudah dimilikinya. Sehingga terjadilah ekspedisi besar-besaran menuju ke wilayah luar batas Avalda. Meskipun ada samudera luas yang membatasi, tak ada kata mundur sebelum mencapai tujuan. Hingga akhirnya sekelompok dari mereka ini ada yang berhasil tiba di negerinya bangsa Peri di teluk Neleri. Awalnya mereka hanya merasa kagum dengan peradaban yang dimiliki oleh bangsa menawan itu, namun kemudian berubah menjadi iri dan berhasrat untuk bisa mendapatkannya. Namun karena tak memiliki kemampuan yang setara, akhirnya mereka cuma dapat menelan ludah dan kembali ke negerinya di Avalda tanpa membawa apapun kecuali cerita. Sementara itu, sehabis di kunjungi oleh bangsa Manusia, tak lama kemudian bangsa Peri di teluk Neleri mendapatkan petunjuk untuk segera menyembunyikan keberadaan negerinya dari pandangan Manusia. Atas kesaktian bangsa tersebut, hal itu bisa terwujud dengan cepat. Tak ada lagi yang bisa menemukan negerinya bangsa Peri-Neleri itu kecuali untuk sosok yang terpilih atau yang mereka inginkan saja.

2. Peringatan yang diabaikan
Melihat gelagat yang tidak baik dari umat Manusia, khususnya dari bangsa Amargeus, seorang raja kegelapan bernama Zughal datang membantu dalam berbagai cara. Hasilnya kejayaan bangsa tersebut memang kian meningkat, namun perlahan-lahan mulai terjun bebas ke arah jurang kehinaan. Zughal yang menyamar sebagai Begawan Suhari itu terus meracuni kedamaian hati dan pikiran orang-orang dengan banyak dusta. Dia berkata kepada pemimpinnya, Raja Hal-Kauri, bahwa sebenarnya bangsa Qamuira dan Hanurrin merasa cemburu, iri pada keterampilan dan kekuatan mereka yang luar biasa, juga pada kesaktian dan keelokan mereka, yang ditakutkan akan berkembang terlalu kuat jika terus dibiarkan ada di Bumi. Awalnya ia tak peduli, namun karena disampaikan secara berulang kali dengan cara yang halus, sosok yang awalnya bijaksana itu akhirnya terpengaruh dan menjadi culas (tidak jujur, tidak lurus hati, keji, curang). Berangsur-angsur dia mulai berpikir bahwa yang dikatakan oleh penasihatnya itu memang benar. Ia pun mulai berbisik-bisik kepada orang-orang kepercayaannya untuk memikirkan hal tersebut dengan serius. Sesekali dia juga menekankan untuk segera melakukan tindakan yang diperlukan; yang ujung-ujungnya harus melakukan serangan sebelum diserang dengan alasan membela diri.

Kekuasaan adalah bentuk nyata dari kesombongan. Yang mana itu memperlihatkan keterbatasan kita.

Ya. Di setiap zaman itu selalu ada perselisihan antara yang baik dengan yang jahat, antara cahaya dengan kegelapan. Persis sama dengan sifat kufur dan syukur yang senantiasa ada dan melingkupi diri Manusia selama mereka hidup di atas dunia ini. Dan ketika musibah besar akan melanda dunia untuk sekali lagi, maka datanglah pertolongan secara tak diduga. Pada masa itu, seorang Manusia yang bernama Nucha mendapatkan perintah untuk menyampaikan pesan kepada pemimpin bangsa Qamuira. Nucha sendiri adalah seorang kesatria pengembara yang sudah diterima oleh bangsa Peri Neleri untuk tinggal di negerinya selama beberapa tahun. Sir el-Aramu, sang Raja Peri Neleri, juga meminta Nucha untuk bisa memperingatkan bangsa Qamuira agar mereka segera menyiapkan diri dalam menghadapi perang besar yang mungkin terjadi.

Kisah pun berlanjut. Nucha yang sudah diberikan amanat untuk menyampaikan pesan kepada Yandaq, sang Raja Qamuira, bahwa peperangan akan terjadi, kemudian segera berangkat dari tempat tinggalnya di negeri bangsa Tildha. Dalam perjalanan itu, Nucha yang terus berusaha agar segera tiba di negeri tujuannya, pada akhirnya sampai di lembah Ksaru yang sangat luas. Dari sana ia terus mengendarai himel (hewan sejenis kuda berkaki enam) untuk sampai ke kota Velna, pusat kerajaan bangsa Qamuira. Ketika sampai di kota besar tersebut, Nucha disambut hangat oleh pemimpin tertingginya, Raja Yandaq. Nucha pun tidak lupa untuk menyampaikan pesan dari Raja Peri Neleri, Sir el-Aramu, agar bangsa Qamuira segera mempersiapkan pasukannya untuk melawan serangan besar dari musuhnya nanti, yaitu bangsa Amargeus. Raja Hal-Kauri sendiri berada di dalam pengaruh jahat seorang raja kegelapan yang menyamar sebagai Begawan Suhari.

Namun, saran yang sudah diberikan oleh bangsa Peri lewat sosok Nucha itu ternyata diabaikan oleh Raja Yandaq. Dan apa yang telah diabaikan itu menjadi awal mula dari kehancuran kota Velna dan kerajaan besar yang terkenal dengan kondisi geografisnya yang sangat indah permai itu. Meskipun tidak berlangsung singkat, namun perlahan-lahan tampaklah kemunduran bangsa yang terkenal dengan kekuatannya itu. Sungguh amat disayangkan. Namun apa mau dikata, segalanya memang harus terjadi karena bagian dari takdir kehidupan yang sudah dipilih.

Dan ketika mendapati hal yang kurang menyenangkan itu, Nucha hanya bisa pasrah. Sebab tugasnya dari awal memang cuma sebatas memberi kabar dan peringatan saja, tidak lebih. Makanya ia pun tak peduli lagi dengan sikap Raja Yandaq dan segera menjauh dari pusat kota Velna. Di sebuah lembah yang menyejukan, ia pun memutuskan untuk menetap dan melanjutkan pelatihan dirinya. Lalu ketika sekian waktu di sana, ia terus mengalami pertumbuhannya dengan tinggal di sebuah lokasi yang dianggap keramat. Cukup lama ia berada di sana, hingga akhirnya berhasil mencapai level Dewa. Kesuksesannya saat itu membuat dirinya terkenal, namun tak lantas menjadikannya lupa diri. Justru sang pemuda memilih untuk menjauh dari popularitas dan pergi meninggalkan bangsa Qamuira.

Waktu terus berlalu tanpa berhenti selama 3 tahun. Di kota Velna, ada seorang yang sudah gelap hatinya bernama Uruq. Ia merasa iri kepada saudara tuanya, yaitu Raja Yandaq, karena tak mendapatkan tahta kerajaan. Saking irinya, hingga pada akhirnya ia melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Pangeran Uruq yang sudah buta mata hatinya itu lalu tega melakukan pengkhianatan besar dengan memberi tahu segala informasi rahasia kepada penguasa bangsa Amargeus, dan bagaimana caranya untuk bisa lebih mudah menaklukkan pusat pemerintahan Qamuira. Semua itu bisa terjadi dengan perjanjian bahwa nanti dirinyalah yang menduduki tahta kerajaan di Velna setelah sang kakak berhasil digulingkan. Begitulah yang dikatakan oleh Raja Hal-Kauri untuk merayunya, atau sebenarnya justru untuk menipunya.

Jadi sebelumnya, Pangeran Uruq yang merupakan adik kandung dari Raja Yandaq, melakukan penjelajahan di luar pegunungan Mulah demi mendapatkan deposit logam. Namun sayang sekali, ia harus ditangkap dan dibawa ke hadapan penguasa bangsa Amargeus. Raja Hal-Kauri saat itu mulai memberikan ancaman kepada Pangeran Uruq apabila tidak memberikan informasi rahasia tentang kota Velna, ia akan disiksa. Mendapat ancaman seperti itu, pada akhirnya membuat sang pangeran harus mengalami ketakutan dan menyerah karena siksaan yang terus menerus diberikan. Pangeran Uruq pun akhirnya terpaksa – atau justru sengaja – mengkhianati bangsanya sendiri. Ia memberikan semua informasi yang berkaitan dengan kerajaan Qamuira. Akibat pengkhianatan itulah, Pangeran Uruq disuruh oleh Raja Hal-Kauri untuk kembali ke kota Velna agar rencana penyerangan dari pasukan Armageus tidak dicurigai dan bisa terwujud. Pasukan Raja Hal-Kauri ini sangat cerdik karena tidak langsung menyerang kota Velna, mereka berpikir secara matang agar menghasilkan strategi yang dapat berjalan dengan maksimal. Dan strategi yang mereka buat saat itu semuanya berasal dari informasi-informasi yang telah diberikan oleh Pangeran Uruq.

Ya. Pasukan Raja Hal-Kauri sudah mengetahui bahwa kota Velna akan berkurang pengawasannya ketika ada acara festival di kota tersebut. Setelah berhasil mengalahkan pasukan di perbatasan negeri, pasukan Raja Hal-Kauri mulai menyerang perbatasan kota Velna dan terjadilah pertempuran berdarah. Raja Hal-Kauri dan pasukannya yang sudah mengetahui titik lemah dari kerajaan bangsa Qamuira mulai melakukan serangan besar-besaran, sehingga memunculkan pertempuran dahsyat. Tidak hanya itu, Raja Hal-Kauri dengan waktu yang tidak begitu lama mulai menghancurkan ibukota kerajaan yang sangat terkenal dengan keindahannya itu. Velna pun mulai dijarah dan hancur berantakan akibat serangan besar dari bangsa Amargeus.

Tidak hanya serangan-serangan saja, para serdadu Amargeus juga mengepung seluruh benteng pusat kota Velna, sehingga menciptakan kengerian yang parah. Mereka mengepung seluruh pusat kota Velna selama berhari-hari yang kemudian ditengah-tengah pengepungan itu terdapat para serdadu kegelapan yang sudah dipersenjatai dengan tombak dan pedang. Mereka ini adalah pasukan khusus bantuan dari Zughal, si raja kegelapan, yang pada setiap kali serangannya sampai menggila dan menghancurkan berbagai macam hal yang ada di depan mata mereka. Adapun serangan-serangan yang dilakukan oleh para pasukan kegelapan ini terdiri dari berbagai macam, seperti yang di lakukan oleh divisi Hagai, Bzanta, dan Raghub.

Catatan: Jangan bayangkan wujud pasukan kegelapan saat itu menyeramkan, berkulit kasar warna hitam dan memiliki taring panjang atau tanduk di kepalanya. Tidak! Karena penampilan mereka saat itu justru rupawan dan mengenakan baju zirah yang berkilauan. Jika seandainya tindakan mereka waktu itu tidaklah bengis, maka siapa yang mengira jika pasukan hebat itu adalah serdadunya kegelapan.

Di tempat lain, ketika mendapatkan serangan-serangan dari para pasukan kegelapan dan tak bisa lagi bertahan lama, Raja Yandaq mulai menyelamatkan sang istri yang bernama Namusi dan beberapa orang keluarganya yang bisa diselamatkan dari pengepungan yang dilakukan oleh Raja Hal-Kauri. Bersama rombongannya itu, Raja Yandaq mulai berusaha untuk melarikan diri melalui sebuah jalan rahasia yang ada di pegunungan. Namun, mereka dihadang oleh Pangeran Uruq yang tentunya sudah mengetahui jalan rahasia itu dengan sangat baik. Ia berusaha menangkap sang kakak, namun justru Raja Yandaq berhasil mengalahkannya dan ia pun tewas sebagai pengkhianat. Setelah itu, Raja Yandaq beserta rombongannya berhasil kabur, menjauh dari perbatasan kota Velna. Mereka terus bergerak siang malam selama lebih dari sebulan, hingga akhirnya tiba di negeri bangsa Tildha. Di sana mereka terus menyembunyikan identitas aslinya dan membaur dengan masyarakat biasa.

Demikianlah peristiwa yang memilukan harus terjadi di negeri yang selalu dibanggakan lantaran keindahan dan kemakmurannya. Singkat cerita, Raja Yandaq dan pasukannya harus kalah dari Raja Hal-Kauri lantaran sudah dikepung oleh sekelompok pasukan besar, terlebih yang dibantu oleh pasukan kegelapan. Dengan kalahnya Raja Yandaq terhadap pasukan Raja Hal-Kauri, maka usai sudahlah cerita tentang sebuah kota yang indah permai. Kota yang tadinya sangat menawan itu mulai dipimpin oleh raja beringas yang bernama Hal-Kauri. Di sisinya ada raja kegelapan, Zughal, yang tetap menyamar sebagai Begawan Suhari. Dialah penasihat utama yang terus menyesatkan namun tak pernah disadari.

Catatan: Pada saat penyerangan kota Velna, bangunan-bangunan yang indah di sana tak luput dari amukan api, dan panas dari kobaran api tersebut membuat para prajurit sampai banjir keringat di bawah baju besi mereka dan bahkan pingsan. Tubuh-tubuh yang hangus pun berserakan dimana-mana, tertimpa reruntuhan, atau terinjak-injak oleh pasukan besar yang datang menyerang seperti air bah. Rumah-rumah yang ada pun dijarah saat pasukan jahat tersebut memasuki kota, para wanita banyak yang diperkosa, sementara anak-anak tak sedikit yang diculik atau dibantai. Sungguh peristiwa yang memilukan.

3. Panggilan jiwa kesatria
Sebelum memberikan peringatan kepada bangsa Qamuira, Nucha sudah berkeluarga. Dari pernikahannya dengan Ermisa, seorang bangsawan dari bangsa Peri-Neleri, ia dikaruniai sepasang anak; yang sulung bernama Muhayyin sementara yang bungsu diberi nama Munin. Di kemudian hari nanti, Muhayyin atau biasa dipanggil Hayyin mewarisi sifat bapaknya sebagai kesatria pengembara. Ia kerap berpetualang kemana-mana, sampai akhirnya tiba di negerinya bangsa Peri Neleri. Dan sama seperti ayahnya dulu, Hayyin pun disambut hangat oleh Raja Sir el-Aramu. Semua orang pun begitu, karena merasa bahwa Hayyin sendiri termasuk bagian dari keluarga besarnya. Sehingga ia pun boleh tinggal di sana selama yang ia mau. Maka dari itulah ada banyak ilmu pengetahuan yang berhasil didapatkan. Membuatnya bisa menaiki tangga kesaktian yang tak terkira. Hayyin pun mengikuti jejak bapaknya untuk bisa menjadi seorang Dewa. Dan sang ayah pun kerap datang menemuinya untuk memberikan bimbingan.

Namun sebelum itu, ketika ia masih tinggal di negeri Manusia (Avalda), jalan hidup seorang Hayyin sangatlah berliku. Waktu berada di pusat negara Tildha, ia pernah menjadi buruh di pasar. Ia juga sempat menjadi tukang kebun istana dengan upah yang tak seberapa. Lalu di masa yang lain, sang pemuda pernah di fitnah sebagai penipu dan harus merasakan hukuman kerja paksa di pertambangan emas. Setelah berlalu 5 tahun, akhirnya ia dibebaskan dan bisa melanjutkan perjalanannya ke negeri Hiramu. Di sana nasibnya tak kunjung membaik. Ada banyak ujian berat yang tetap harus diterimanya, termasuklah sampai merasakan kelaparan dan caci maki dari kaum bangsawan.

Ya. Jalan hidup seorang Hayyin terus bergejolak penuh kesedihan selama belasan tahun. Selanjutnya keadaan memang tampak berubah, karena pernah di suatu masa Hayyin mendapatkan kesempatan untuk menjadi seorang anggota dari sebuah organisasi kemasyarakatan. Awalnya ia hanya sebagai pesuruh. Tetapi lantaran sangat rajin dan punya dedikasi yang tinggi, sang pemuda pun akhirnya menjadi anggota inti (pengurus) dari organisasi tersebut. Selang beberapa tahun, kepiawaian dan popularitasnya kian bersinar. Dan akhirnya mendapatkan amanah sebagai pemimpin organisasi. Semua orang telah menghormatinya, dan seiring waktu popularitasnya pun kian melejit. Setiap penduduk yang tinggal di negeri Abaki bahkan sangat mengenalinya dengan takjub.

Hanya saja, disaat Hayyin tengah menikmati masa-masa kejayaannya itu, ia justru mendapatkan sebuah petunjuk untuk meninggalkan semuanya dan fokus dalam upaya menambah ilmu pengetahuan. Karena itulah, dengan berat hati sang pemuda harus melepaskan jabatan pemimpin tersebut dan akhirnya pergi mengembara. Selama lebih dari 3 tahun ia pun berpetualang kemana-mana, termasuk ke negeri Hanurrin dan Nehda. Di sana ia berusaha untuk mencari ilmu tetapi selalu gagal mencapai tahap akhirnya. Dan ketika ingin menimba ilmu di sebuah lembaga pendidikan tinggi yang ada di kota Nehda, ia bahkan tak diterima lantaran tak memiliki uang yang cukup. Bahkan dengan sikap yang semena-mena, pemimpin dari sekolah tersebut mengusirnya dengan sangat tidak manusiawi.

Mendapati sikap yang tidak mengenakkan itu, sebagai manusia biasa Hayyin jelas merasakan sedih. Betapa hidupnya selalu menderita dan terhina. Ia bahkan sempat emosi, namun tak sampai membuatnya lupa dengan kesabaran. Sang pemuda tetap berhasil mengendalikan diri dan tidak pernah membalas apapun penghinaan yang diterimanya. Kemudian di tengah kesedihannya kala itu, Hayyin bermunajat kepada Tuhan untuk diberikan petunjuk yang terbaik. Namun apa yang didapatkan tak sesuai dengan harapannya. Sang pemuda justru diperintahkan untuk lebih bersabar lagi dan segera menghilangkan rasa dan perasaannya sendiri (sedih, pesimis, marah, putus asa, malas, ragu-ragu, dll). Jalani saja semua ujian yang ada dengan sikap yang selalu berserah diri (tawakal), pandai bersyukur (tasyakur), dan tetap rendah hati (tawadhuk). Tak perlu bertanya-tanya lagi tentang kapankah semuanya akan berakhir, karena segala sesuatunya itu sudah diatur Oleh-NYA dengan sangat rapi dan bijaksana. Tugasnya cuma sebatas menjalani dengan tabah. Sungguh beratnya ujian hidup sang pemuda.

Dan setelah 5 tahun yang penuh dengan cobaan, barulah apa yang diharapkan oleh Hayyin mulai terwujud. Tanpa disangka, ia bertemu dengan seorang pria misterius yang memberikan bimbingan luar biasa. Saat itu, ilmu yang dipelajari oleh Hayyin termasuk yang teristimewa. Di sebut Wanachakra, karena berhubungan erat dengan teknik penguasaan Chakra tingkat atas. Siapapun yang berhasil menguasainya, maka kesempatan untuk menjadi kesatria yang linuwih terbuka lebar. Dan memang itulah yang terjadi pada Hayyin selanjutnya. Dalam tempo yang relatif singkat, ia berhasil menguasai ilmu Wanachakra dengan sempurna. Tinggal bagaimana nanti berusaha untuk meningkatkan level dirinya sampai menjadi seorang Dewa.

Kita tak bisa mengubah masa lalu. Tetapi masa depan berada dihadapan kita dan selalu ada harapan besar yang terbaik. Karena itulah, orang yang menyesali masa lalu adalah pengecut. Sedangkan yang ingin dan bisa mengubah masa depan adalah pahlawan sejati.

Waktu pun terus berlalu, dan apa yang diinginkan oleh sang pemuda akhirnya mulai terwujud. Tanpa disengaja Hayyin tiba di negerinya bangsa Peri Neleri. Di sana ia bertemu dengan kerabat ibunya. Lalu atas bimbingan dari Raja Sir el-Aramu dan ayahnya sendiri, Nucha, maka setelah berlatih di tempat khusus yang berada di dimensi lain, Hayyin pun berhasil mencapai level Dewa. Semua yang ada pada dirinya kini telah berubah dan kemampuannya naik sangat tinggi dari kesatria terbaik Manusia pada umumnya. Itu semua adalah berkah dan karunia dari Sang Pencipta. Dan bukan tanpa alasan, karena ada tugas penting yang harus dijalankan oleh sang pemuda. Di Bumi, sudah terjadi banyak ketidakadilan dan kezaliman. Kekacauan pun ada dimana-mana, yang semuanya itu disebabkan oleh keserakahan bangsa Amargeus dan sekutunya. Terlebih ada pula sosok kegelapan yang berada di belakangnya.

Catatan: Mengapa Raja Sir el-Aramu bisa dan mampu untuk membimbing Hayyin menjadi Dewa? Itu dikarenakan sang Raja Peri Neleri tersebut sudah berada di posisi yang sama dengan seorang Bhatara level tertinggi di Kahyangan. Sehingga berbagai seluk beluk yang diperlukan untuk bisa mencapai level Dewa-Dewi pun telah ia kuasai. Tinggal diajarkan kepada siapapun yang ia inginkan, di antaranya adalah Hayyin.

Adapun tentang bagaimana Hayyin bisa mencapai level Dewa, maka saat itu ia mempelajari sebuah ilmu kuno warisan leluhur yang bernama Hudhayyah. Ilmu ini termasuk jajaran ilmu yang sangat tinggi dan langka dimiliki. Terdiri dari 9 tingkatannya yaitu Haran, Suwai, Tranta, Ghiras, Jahir, Akkui, Erah, Ifana, dan Zayin. Nah di setiap tingkatannya itu terbagi lagi ke dalam 3 jenjang kekuatan yang berbeda, yaitu Ihna (bawah/kecil), Haki (tengah/sedang) dan Yuzin (atas/besar). Siapapun yang mempelajari ilmu ini akan mengalami ujian yang berat, dan itu jelas sebanding dengan hasil yang bisa didapatkan. Kemampuannya akan meningkat drastis, bahkan setiap level yang ada sangat jauh perbedaannya. Oleh sebab itu, seorang yang menguasai level yang lebih tinggi akan dengan mudahnya bisa mengalahkan siapapun yang berada di bawah levelnya. Tidak akan ada cerita yang berada di level bawah dapat mengalahkan sosok yang berada di atasnya.

Catatan: Selama masa periode zaman ketiga (Dirganta-Ra), maka ada banyak Manusia yang berhasil mencapai level Dewa-Dewi. Mereka itu berasal dari berbagai ras yang ada, yang tinggal di sepenjuru Bumi. Tidak hanya itu, Manusia yang telah menjadi Dewa-Dewi ini terus meningkatkan kemampuannya hingga akhirnya berhasil mencapai kedudukan Bhatara-Bhatari, bahkan adan yang setara dengan para Sang Hyang. Sebagian dari mereka tetap berada di Kahyangan, sementara yang lainnya membangun kediamannya sendiri di tempat-alam-dimensi lain. Adapun setiap orang yang berhasil mencapai level Dewa-Dewi itu akan selalu membawa bakat-kemampuan dasar atau yang paling dominan tentang pengendalian elemen alam. Nah bakat-kemampuan dasar itulah yang menjadi ciri khas saat mereka kembali lagi ke Bumi dan berinteraksi dengan Manusia. Dari sinilah kemudian muncul sebutan nama Dewa-Dewi yang beragam di banyak kebudayaan, seperti Dewa Api, Dewa Petir, Dewa Angin, Dewa Laut, Dewa Bumi, Dewa Langit, dll. Itu semua adalah gelar yang diberikan oleh Manusia yang hidup belakangan dan tidak begitu mengetahui lagi sejarah yang sebenarnya.

Ya. Ada banyak ilmu tingkat tinggi yang dapat mengantarkan seseorang ke level Dewa-Dewi. Di antaranya adalah ilmu Hudhayyah ini, sebab untuk bisa menguasai tingkat dasarnya; yaitu Haran, Suwai, dan Tranta, maka harus bisa menguasai Triyantra (seni bela diri tingkat tiga di dunia). Alasannya karena hanya dengan begitulah seseorang bisa lebih cepat memunculkan kekuatan ajaib. Selain itu, siapapun itu haruslah tetap menguasai-mengendalikan Chakra yang ada pada dirinya sendiri, bahkan inilah yang terutama. Tentang urusan teknis dan latihannya bisa dengan cara-cara yang berbeda. Tergantung dari sumber ilmu pengetahuan manakah yang ia pelajari. Dan jelas setiap ilmu pengetahuan itu memiliki perbedaan yang khas, bahkan ekstrim.

Sementara itu, disebut Triyantra karena mengandung 3 kategori tingkatan ilmu beladiri yaitu; Sal (siswa), Dhim (kader), dan Rai (kesatria). Level Sal (siswa) adalah posisi dimana seseorang berhasil menguasai beragam jurus kanuragan terbaik, sementara level Dhim (kader) sudah bisa menguasai berbagai ilmu kadigdayan (mantra dan ajian kesaktian). Adapun di level Rai (kesatria), itu menunjukan bahwa seseorang tidak hanya berhasil menguasai ilmu kanuragan dan kadigdayan saja, tetapi sudah bisa menguasai ilmu kasepuhan dengan baik. Ketiga level seni beladiri inilah yang menjadi dasar utama untuk bisa menguasai ilmu-ilmu tingkat tinggi seperti Hudhayyah.

Catatan: Pada tahap kasepuhan, ilmu yang dipelajari dan dikuasai oleh seseorang tidak lagi untuk sekedar menonjolkan diri (kanuragan dan kadigdayan), tetapi lebih bersifat sosial-kemanusiaan dan spiritual. Artinya seseorang itu sudah mulai meninggalkan keduniawian dan hanya berfokus pada kemanusiaan dan ke-Tuhan-an saja. Selain itu, di tingkatan ini juga tidak bisa sembarangan dalam bersikap dan harus dipelajari dengan sabar. Dibutuhkan pula sikap yang dewasa dan pikiran yang luas agar bisa memiliki kebijaksanaan.

Dan sebagai tambahan informasi dalam kisah ini, maka pada masa itu, jauh sebelum kelahiran Hayyin, terdapat sebuah ramalan yang mengatakan bahwa; “Akan datang seorang pemuda yang memiliki jiwa kesatria dan menguasai sebuah mustika bernama Dhairuh. Ia akan menyelamatkan dunia dan menegakkan kembali masa kejayaan Manusia“. Nah ramalan tersebut masyhur di sepenjuru Bumi, dan banyak dari kesatria yang berupaya untuk menjadi sosok yang terpilih itu. Hanya saja meskipun sudah berlalu ribuan tahun, maka tak ada yang pernah memenuhinya. Dan seiring waktu, ramalan tersebut mulai terlupakan kecuali oleh para kesatria dan kaum bangsawan.

Adapun Mustika Dhairuh ini dibentuk oleh seorang tokoh besar yang bernama Begawan Arsyum dengan memadatkan semua keterampilan ahli bela diri tingkat 3, di tambah dengan yang berada di tingkatan suci dan abadi. Selain itu, ada banyak esensi alam yang juga disatukan bersamanya. Ini sungguh luar biasa dan sangat berharga, karena siapapun yang memiliki pusaka ini bisa segera naik ke level transcendence, melampaui alam biasa. Dan jika memang ada kesatria yang bisa memiliki lalu berhasil mengendalikannya dengan sempurna, maka ia pasti akan menggemparkan dunia. Dan sosok tersebut adalah Hayyin. Karena pada saat berusaha mencapai level Bhatara, tanpa sengaja ia justru menemukan mustika Dhairuh. Lalu setelah bertemu dengan Begawan Arsyum dan mendapatkan bimbingannya, Hayyin pun berhasil menguasai mustika tersebut dengan sempurna. Ia benar-benar menyatu dengan mustika yang luar biasa dan sangat istimewa tersebut. Sehingga jalannya untuk bisa mencapai level Bhatara menjadi lebih cepat dan mudah.

Catatan: Sebenarnya Hayyin itu masih keturunan langsung dari Begawan Arsyum. Dan memang ada yang istimewa dari Hayyin dan keluarganya. Dari sisi ayahnya, yaitu Nucha, maka di dalam diri mereka telah mengalir darah para Nabi, sosok Manusia terbaik dari semuanya. Selain itu, ada pula energi sangat besar yang merupakan warisan dari garis keturunan dan DNA-nya. Semacam Wahyu Cakra Ningrat[1] dan Makutha Rama[2] jika dalam kebudayaan Jawa, namun ini langsung diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Bila seorang dari garis keturunan ini rajin mengolah dirinya (lahir batin), energi khusus tersebut akan bangkit dan itu berarti ia akan menjadi sosok yang sangat linuwih melebihi siapapun. Hal ini memang sengaja dilakukan oleh kakek buyut dari keluarga ini pada masa 1 miliar tahun sebelum kelahiran Hayyin, karena ia ingin anak keturunannya tetap memiliki tingkat kewaskitaan dan kesadaran diri yang tinggi. Terlebih harapan utamanya juga agar anak cucunya tetap bisa memberikan banyak manfaat untuk seluruh makhluk di sekitarnya dan menjadi kesatria yang membawa cahaya bagi kehidupan dunia. Adapun setelah Hayyin, maka energi yang istimewa tersebut masih tetap diwariskan ke anak keturunannya secara terus menerus, melewati zaman dan peradaban Manusia. Bahkan itu terus berlanjut hingga di zaman ke tujuh ini (Rupanta-Ra).

[1] Kata Chakra Ningrat berarti lingkaran ilmu pengetahuan yang tinggi. Sehingga Wahyu Chakra Ningrat ini berarti petunjuk dari Tuhan berupa ilmu pengetahuan yang bersifat paripurna. Dengan petunjuk tersebut, pribadi yang mendapatkannya akan memiliki cara pandang yang sangat luas dan bijaksana. Ia akan menguasai berbagai disiplin ilmu, baik yang umum di masyarakat atau pun yang khusus, bahkan telah hilang di masanya. Sehingga dalam keadaan apapun, ia bisa terjaga dari nafsu yang tidak sesuai dengan tujuan hidup manusia yang sebenarnya.
[2] Kata Makutha Rama berarti kebenaran Tuhan yang bersifat memancar. Sehingga Wahyu Makutha Rama ini berarti suatu petunjuk hidup yang berasal dari pancaran cahaya Tuhan. Dan karena sumbernya langsung dari Tuhan, maka seseorang akan terbimbing dalam setiap tindakannya. Seumpama air adalah sumber dari kehidupan, maka air yang mengalir dari sumber itu adalah pancarannya.

Namun yang namanya berusaha untuk meraih sesuatu yang tinggi dan istimewa takkan pernah mudah. Ada syarat dan tantangan besar yang harus dilalui. Karena itulah, di suatu kesempatan Begawan Arsyum pun memberikan peringatannya dengan berkata:

Ananda. Kau menghadapi dunia sama seperti tengah menghadapi cahaya senja. Kuat dan ganas, tetapi kau tidak tahu bagaimana cara mengubahnya. Aku bisa mengajarimu jurus pembersihan hati. Namun kau harus belajar mengendalikan dirimu terlebih dulu. Sebab, seorang praktisi seni beladiri itu harus selalu tenang jiwa raganya. Ia pun harus menggunakan mata batin untuk mengamati kekuatannya, bukan menggunakan kedua mata kepalanya saja.

Mendapati peringatan tersebut, Hayyin pun segera tersadar atas kekeliruannya. Ia ingin cepat berubah dan berada di posisi yang seharusnya. Karena itulah, sang pemuda pun bertanya: “Wahai guru, bagaimanakah dengan peran energi bagi seseorang?

Atas pertanyaan itu, sang Begawan pun menjawabnya dengan berkata: “Jangan terlalu berharap dengan energi alam, karena bukan itu yang mampu bergerak-gerak mengendalikan, tetapi hatimu yang sesungguhnya bisa bergejolak. Bukan energinya yang teramat kuat, namun hatimu yang terlalu rapuh.

Sehingga, pengendalian itu hanyalah langkah pertama. Untuk bisa sepenuhnya menguasai kekuatan, kau juga harus belajar untuk melupakan. Dengan begitu kau bisa melepaskannya saat diperlukan, terlebih saat bahaya besar datang. Lepaskan, lupakan bahwa kau harus mengendalikannya. Karena sesungguhnya kekuatan itu menyatu denganmu. Kau bisa memanipulasinya sebebas kau sedang bernapas.

Dan lepaskanlah obsesimu sendiri. Dengan begitu kau dapat melihat melalui cara-cara unik dunia ini. Ketika segala sesuatunya berubah menjadi kekuatan murni, semua alam pun dapat dimanfaatkan.

Mendengar penjelasan tersebut, perlahan-lahan Hayyin dapat memahaminya. Terlebih ada sang guru yang siap memberikan bimbingan jika seandainya ia kebingungan. Dan hari-hari pun terus berlalu. Tanpa terasa sudah bertahun-tahun kedua murid dan guru tersebut berlatih tentang banyak hal. Mereka pergi kemana-mana, baik di alam nyata maupun ke dimensi lainnya. Hingga pada akhirnya apa yang diharapkan tercapai. Hayyin telah berhasil menguasai mustika Dhairuh beserta macam-macam ilmu kesaktian tingkat tinggi warisan Begawan Arsyum. Dengan kemampuan barunya itu, level Bhatara yang ingin dicapai oleh Hayyin semakin jelas dan terasa sangat dekat. Bahkan pada akhirnya, ia tidak lagi berada di level Bhatara, karena sudah memasuki level yang jauh lebih prestisius, yaitu Sang Hyang.

Lalu, setelah Hayyin mencapai level seorang Bhatara, ia pun terus mengembara ke berbagai tempat di alam nyata dan ke dimensi lainnya. Selama petualangan itu, tak jarang ia bertemu dengan sosok-sosok yang luar biasa. Semuanya dari jenis-golongan makhluk yang beragam. Dan mereka itu, sebagian besarnya pernah mengadu kemampuannya dengan sang pemuda. Entah karena sebab tersinggung, cuma ngetes (menguji) saja, atau sebagai pertandingan persahabatan. Termasuklah yang paling sengit adalah ketika Hayyin berhadapan dengan seorang wanita cantik dari golongan bangsa Peri yang sama-sama mengembara di dimensi kelima (Nilbati). Mereka berdua saling beradu kesaktian yang tak biasa. Segala kemampuan yang dimiliki lantas dikeluarkan selama berhari-hari, hingga pada akhirnya mereka harus menerima keadaan yang seri. Keduanya memiliki level kemampuan yang setara.

Ya. Pertarungan sengit dengan seorang Peri wanita yang bernama Aisarin itu menjadi hal yang sangat membekas di hati seorang Hayyin – bunga-bunga asmara pun tumbuh dan menyenangkan. Bahkan dikarenakan hasilnya seri, ia pun bertekad untuk meningkatkan kemampuannya lagi. Sang pemuda berhasrat untuk memasuki level yang lebih tinggi, yaitu menjadi Sang Hyang. Karena itulah, ia pun memutuskan untuk melakukan tapa brata khusus di dimensi yang ke tujuh (Ramatasyi). Selama tapa brata-nya itu, kondisi alam di sekitar keberadaannya sering bergejolak. Hingga pada akhirnya semakin terasa kuat dan meresahkan para makhluk yang ada di sana. Karena itulah, atas Kehendak-NYA, datanglah seorang utusan yang bernama Nabi Syis عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ untuk menghentikan kegaduhan tersebut. Sang Utusan lalu memberikan bimbingan kepada sang pemuda. Selama waktu yang sulit untuk ditentukan – terlebih jika dikaitkan dengan waktu di Bumi ini – secara berkala Nabi Syis عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ datang menemui Hayyin seraya menyampaikan petunjuk Ilahi. Apa yang harus dilakukan oleh sang pemuda, apapun itu, harus sesuai dengan Arahan-NYA. Dan karena semuanya tertib diikuti, maka dalam waktu yang relatif singkat akhirnya Hayyin berhasil mencapai level Sang Hyang.

Setiap Manusia harus menemukan jalan takdirnya sendiri. Namun tak sedikit yang gagal, bahkan tak pernah berusaha sama sekali. Padahal ada banyak cara untuk meraih pencerahan. Tidak selalu harus hidup dalam perdamaian dan kesejahteraan.

Demikianlah yang terjadi pada diri Hayyin. Dari cuma sebatas orang biasa, kemudian sampai bisa meraih kedudukan yang sangat prestisius, yaitu sebagai Sang Hyang. Dan ketika ia baru saja meraih kedudukan itu, ternyata kondisi di sepenjuru Bumi semakin tak harmonis lagi. Ada banyak kekacauan yang ditimbulkan oleh keserakahan dan menjauhnya Manusia dari jalan Dharma (kebenaran yang sejati). Karena itulah, sudah waktunya bagi Hayyin untuk “turun gunung” dan mengatasi keadaan. Dan sebelum ia menjalankan tugasnya, seorang utusan Tuhan yang bernama Nabi Azakil عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ datang menemuinya. Beliau menyampaikan sebuah pesan dengan berkata: “Dunia mengasingkan Manusia kepada dua golongan. Pertama adalah yang beriman dan beramal shalih serta mengajak kepada kebenaran dan kesabaran. Kedua adalah yang kufur dan menolak kebajikan. Dunia menjadi penjara kepada yang beriman dan menjadi syurga kepada yang kufur. Sehingga kini, waktu yang tersisa telah senja, matahari pun sudah condong ke barat. Hanya beberapa ketika saja lagi ia akan terbenam. Sebentar lagi cahaya alam pun akan dicabut dan tinggallah dunia ini dalam kegelapan.

Maka dari itu, sudah menjadi tugas dari seorang kesatria yang beriman untuk menjadi penegak ketertiban dan keadilan, pelopor kebenaran, pemimpin masyarakat, pembela kaum yang tertindas atau kaum lemah akibat kezaliman dan keserakahan. Dan ia pun harus rela berkorban jiwa raganya dengan tulus. Hanya dengan begitulah dunia ini akan mencapai keseimbangan dan harmonis.”

Mendapati wejangan tersebut, membuat Hayyin lebih memantapkan niatnya untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran. Namun begitu, apapun yang kelak dilakukannya harus sesuai dengan Petunjuk-NYA saja. Tak boleh ada hasrat keinginan pribadi, karena semuanya harus tetap dalam kemurnian yang suci. Lebih dari itu, diawalnya nanti sang pemuda tidak perlu menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Ia masih harus tampil sebagai orang biasa, bukannya sosok kesatria yang sudah mencapai level Dewa. Semuanya itu tentulah punya maksud dan tujuannya. Dan sebagai hamba yang beriman, Hayyin pun cukup dengan mengikutinya secara tulus dan penuh kesabaran saja. Sebab tidak menutup kemungkinan bahwa nanti ia akan sering diremehkan.

Catatan: Nabi Azakil عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ lahir jauh setelah zamannya Nabi Syis عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ. Meskipun demikian, beliau telah hidup jauh sebelum masanya Hayyin. Ia berasal dari sebuah negeri yang dulunya terletak di sekitar Pulau Sumatera bagian tengah sekarang. Sebagai utusan Tuhan, awalnya beliau ditugaskan untuk membimbing kaum Murbhala. Seusai dengan kaum tersebut, beliau juga diutus kepada kaum-kaum yang lain di berbagai penjuru Bumi di masa yang berbeda. Di antara anugerah yang beliau terima sebagai Utusan-NYA adalah mirip dengan yang diterima oleh Nabi Syis عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ, Nabi Khidir عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ, Nabi Salbi عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ, Nabi Yaksa عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ, dan Nabi Zamirat عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ, yaitu berumur sangat panjang dan tak pernah menua. Beliau pun dapat mengubah-ubah wujudnya, juga bisa tinggal dan hidup diberbagai alam-dimensi yang ada tanpa kendala.

4. Penaklukan bangsa Umnor
Setelah menguasai kerajaan bangsa Qamuira, hal itu tidak lantas membuat penguasa kerajaan Amargeus, Raja Hal-Kauri, merasa puas. Atas rayuan dari sang penasihat utamanya, Begawan Suhari (alias Zughal), ia pun merencanakan untuk bisa menguasai kerajaan bangsa Umnor. Segala persiapan yang dibutuhkan lalu dikerjakan hingga matang. Meskipun bertahun-tahun lamanya tetap dilakukan, sebab ia tak mau gagal. Dan saat berhasil menguasai negeri Umnor, maka itulah jalan terbaik untuk bisa menaklukkan negerinya bangsa Hanurrin. Di antara alasannya karena negeri bangsa Umnor itu berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan bangsa Hanurrin. Sehingga dari sana mereka tidak perlu lagi menempuh jarak yang sangat jauh untuk bisa sampai di negeri Hanurrin dan melakukan serangan cepat. Kota kerajaan Umnor pun bisa dijadikan sebagai basis persiapan sebelum menyerang kerajaan Hanurrin. Sungguh rapinya strategi ini, terlebih Raja Hal-Kauri sendiri ingin sekali cepat menjadi penguasa yang terhebat dalam sejarah dunia.

Waktu pun berlalu dan persiapan yang dibutuhkan sudah hampir selesai. Sebelum mulai bergerak dan melancarkan serangannya, Raja Hal-Kauri sudah memerintahkan banyak telik sandi-nya untuk menyusup ke negeri bangsa Umnor. Mereka itu ditugaskan menyamar di pusat kota dan pedesaan. Segala informasi yang penting harus dikumpulkan terlebih dulu untuk melengkapi segala persiapan penaklukan. Butuh waktu tiga bulan untuk melakukannya dengan sempurna dan harus tanpa diketahui. Dan memang, berkat pelatihan khusus yang sudah diberikan, tak ada seorang pun telik sandi yang gagal dalam tugasnya. Mereka bisa mengumpulkan semua informasi yang dibutuhkan tanpa disadari oleh bangsa Umnor.

Singkat cerita. Semua yang diperlukan telah dipersiapkan dan waktu yang sudah direncanakan akhirnya tiba. Dengan perlahan dan langkah yang bersemangat, 500.000-an pasukan bangsa Amargeus mulai bergerak menuju ke negeri Umnor. Mereka berpakaian lengkap yang berlapis zirah besi warna hitam. Di bawah pimpinan Raja Hal-Kauri, mereka pun hanya punya satu tujuan yakni menguasai negeri Umnor dengan apapun caranya. Taktik bumi hangus pun menjadi pilihan yang diperlukan, karena selain praktis maka bisa memunculkan teror yang melemahkan musuh. Bahkan segera menjadi peringatan dan ancaman untuk bangsa lain agar tidak macam-macam dengan bangsa Amargeus, terlebih agar bangsa lain pun tunduk dan bersedia menyerah sebelum dihabisi.

Dan terjadilah pertempuran yang sengit di perbatasan negeri bangsa Umnor. Selama 2 hari penuh semuanya berubah menyeramkan. Banyak darah yang mengalir, dan mayat-mayat pasukan yang tak karuan bentuknya berserakan dimana-mana. Dan karena kekuatan yang tak seimbang, mau tidak mau bangsa Umnor harus mengakui kemenangan Raja Hal-Kauri dan pasukannya. Dan sebagaimana tradisi pada masa itu, maka tahta kerajaan pun harus diserahkan. Lalu, raja bangsa Umnor, yaitu Masar, harus melayani Raja Hal-Kauri sebagai jendral di salah satu divisinya. Karena itu pula semua pasukan bangsa Umnor juga harus bergabung dalam barisan pasukan kekaisaran Amargeus dan harus siap kapapun saat dibutuhkan oleh Raja Hal-Kauri.

Demikianlah akhirnya bangsa Amargeus di bawah pimpinan Raja Hal-Kauri berhasil memperluas pengaruh dan wilayahnya hingga ke negeri Umnor. Semuanya itu memang sudah direncanakan secara matang, karena tujuan utamannya nanti adalah menaklukkan kerajaan bangsa Hanurrin. Lebih dari itu, setelah berhasil menaklukkan bangsa Hanurrin, maka itulah kesempatan besar untuk bisa menguasai seluruh dunia.

5. Perang besar
Ketika terjadi pertempuran di negeri bangsa Umnor, sebenarnya Hayyin telah mengetahuinya. Bahkan dengan kemampuan yang dimiliki, ia pun dapat menyaksikan langsung peristiwa tersebut dari dekat tanpa disadari oleh siapa pun. Namun begitu, sebagai kesatria yang terpilih ia tak bisa melakukan apa-apa tanpa Izin dan Perintah-NYA. Siapapun itu harus menjalani takdirnya masing-masing. Semua ada maksud dan tujuannya, baik sebagai peringatan ataupun sebagai bentuk hukuman atas kesalahan.

Dan, ketika berada di kampung halamannya, di negeri Tildha, suatu hari sang pemuda bertemu dengan Raja Yandaq yang saat itu masih dalam pengasingannya. Dari sang raja tua itu, Hayyin mendapatkan informasi yang paling akurat tentang peristiwa runtuhnya kerajaan bangsa Qamuira. Maklumlah saat itu terjadi, Hayyin sendiri tidak mengetahuinya. Ia masih berada di dimensi lain untuk menempa dirinya menjadi Sang Hyang. Lalu karena melihat langsung kesedihan Raja Yandaq, juga tentang harapannya untuk bisa mengembalikan kejayaan dari kaumnya lagi, Hayyin pun bertekad untuk membantu semampunya. Terlebih memang itulah tujuan dari kelahirannya di Bumi, yaitu membersihkan kegelapan yang membuat kacau balau kehidupan dunia.

Sifat perang adalah kodrat abadi kehidupan. Dan dunia ini telah gelap cukup lama. Tibalah nanti saatnya untuk membuat semuanya kembali lagi ke jalur yang benar.

Singkat cerita, Hayyin mulai bertindak dengan mengumpulkan para kesatria terbaik dari segala penjuru. Dan hasilnya ada 12 orang pria dan wanita perkasa yang bersedia untuk berjuang mengalahkan Raja Hal-Kauri dan pasukannya. Di samping itu, tentunya Hayyin juga mengumpulkan orang-orang yang bersedia dengan suka rela untuk bergabung dalam barisan pasukan gabungan. Dan setelah beberapa waktu, akhirnya terkumpullah bala tentara yang berjumlah 3.000-an orang. Setelah beberapa waktu, jumlah tersebut kian bertambah menjadi 13.000-an orang. Mereka inilah yang pada akhirnya dengan sungguh-sungguh bertekad memperjuangkan kebenaran dan keadilan dunia. Dan ketika waktunya tiba, mereka pula yang berhadapan langsung dengan pasukan besar Raja Hal-Kauri di berbagai tempat. Selama itu, pasukan gabungan tersebut tak pernah bisa dikalahkan. Pasukan elite ini diberi nama Gasitra.

Mengetahui hal tersebut, membuat Raja Hal-Kauri menjadi gusar. Bagaimana bisa pasukannya yang terkenal sangat tangguh itu selalu dikalahkan oleh sepasukan kecil yang baru saja dibentuk. Dan anehnya lagi, saat itu Hayyin pun tak pernah mengeluarkan kemampuan yang sebenarnya. Ia hanya bertindak seperti umumnya kesatria dari kalangan Manusia. Apapun yang dilakukan oleh sang pemuda masih dalam bentuk wajar, meskipun setiap strategi pertempurannya bisa dikatakan unik untuk standar di zamannya. Pola-pola serangan dan bentuk formasi perangnya tidak biasa, karena semuanya telah Hayyin ciptakan sendiri. Pasukannya pun dengan mudah bisa mengikuti, karena Hayyin selalu dapat bertelepati dengan mereka kapan saja.

Lalu dalam sebuah kesempatan, sebelum melakukan penyerangan besar kepada pasukan inti dari Raja Hal-Kauri, di tengah kondisi pasukannya yang mulai cemas, Hayyin pun memberikan pidatonya yang membara. Katanya; “Memang Tuhan sendiri yang menentukan hasil dari peperangan. Namun hal itu juga disebabkan oleh persiapan, jumlah prajurit, tak adanya penyakit, dan ketersediaan logistik yang cukup. Selalu ada sebab dan akibat di dunia ini. Jangan takut, bersemangatlah, kemenangan ada bersama kita!

Mendengar kata-kata tersebut, seketika membuat pasukan gabungan pimpinan Hayyin bersorak keras. Sebagian mereka juga memukul-mukul tameng dengan pedangnya, sebagian lainnya menghentakkan tombak ke tanah berulang kali. Menimbulkan suara yang ramai bergelora, memicu semangat bagi siapapun yang ada di sana. Sepasukan terbaik itu siap bertempur hingga titik darah penghabisannya. Walaupun Raja Hal-Kauri bersama pasukan yang berjumlah sangat besar, tak ada alasan lagi untuk takut menghadapinya. Mereka siap bertaruh nyawa hingga titik darah penghabisan.

Catatan: Seiring waktu, jumlah pasukan Hayyin terus bertambah dari yang cuma sebanyak 13.000-an orang akhirnya menjadi sekitar 300.000-an orang. Banyak kalangan yang ikut bergabung – termasuklah dari bangsa Peri, Cinturia dan Karudasya – dengan kemauan sendiri lantaran mengetahui sepak terjang yang menakjubkan dari sang pemuda saat ia melawan kezaliman Raja Hal-Kauri.

Dan akhirnya tibalah waktunya bagi pasukan Raja Hal-Kauri dan Hayyin saling berhadapan di lembah Herat. Pada hari itu, matahari bersinar cerah sementara angin pun menahan geraknya. Hewan-hewan yang tinggal di hutan sekitar lembah menjadi gelisah, bergerak menjauh agar tak mengalami kemusnahan. Sebab pada saat itu suasana menjadi gaduh dan tak menutup kemungkinan bahwa pertempuran yang akan terjadi sangatlah mengerikan, penuh dengan pembataian dan menimbulkan kerusakan yang sangat parah dimana-mana. Tak ada pilihan kecuali pergi menjauh untuk menghindari kematian.

Sungguh, pertempuran saat itu tak bisa lagi dihindarkan. Kedua belah kubu sudah bertekad untuk mengalahkan lawannya. Bahkan dengan keinginan sendiri, pasukan besar kerajaan Hanurrin di bawah pimpinan Raja Kasimu juga sudah datang lalu segera bergabung dengan pasukan Hayyin. Mereka tak ingin cuma sekedar menunggu kabar pertempuran besar tersebut. Hal itu sengaja dilakukan karena belajar dari peristiwa nahas yang menimpa bangsa Qamuira. Sang raja pun tak ingin mengulangi kesalahan dari Raja Yandaq karena tak lagi bersikap bijaksana – padahal mereka disebut Qamuira; atau bangsa bijaksana – dengan mengabaikan peringatan dari Raja Peri Neleri, Sir el-Aramu, lewat sosok Manusia terbaik bernama Nucha, ayah dari Hayyin. Ia sungguh tak ingin kerajaannya hancur berantakan seperti kota Velna lantaran mengabaikan kekuatan tempur dari Raja Hal-Kauri dan pasukannya. Terlebih ada seorang tokoh penting bernama Begawan Suhari yang ternyata aslinya adalah seorang raja kegelapan yang teramat sakti dan licik.

Dan memang di lain kesempatan, secara diam-diam penasihat Raja Hal-Kauri yang menyamar sebagai Begawan Suhari (yaitu Zughal) itu sudah mempersiapkan pasukan kegelapan dalam jumlah yang besar. Mereka adalah golongan elite, tidak sama dengan sepasukan bengis yang pernah muncul di pertempuran melawan kerajaan Qamuira, di kota Velna. Dan karena pada masa itu peradaban di Bumi sudah maju, maka kekuatan pasukan kegelapan ini pun didukung oleh teknologi yang super canggih. Mereka telah memiliki persenjataan dan peralatan tempur seperti pesawat dan tank yang dapat menembakkan senjata laser mematikan. Lalu agar persiapan rahasia itu tidak sampai ketahuan, bahkan oleh Raja Hal-Kauri sendiri, maka semuanya tetap berada di dimensi lain. Hingga pada akhirnya akan dipanggil untuk membantu Zughal bertempur di alam nyata dunia ini (di muka Bumi). Dan hal itu pun sudah waktunya untuk dilaksanakan, terlebih pasukan Manusia pimpinan Raja Hal-Kauri sudah tak berjaya lagi meskipun dengan jumlah sebanyak 700.000-an orang. Perlahan mereka terus mengalami kekalahan telak saat menghadapi pasukan Hayyin yang perkasa.

Ya. Pada saat harus berhadapan langsung dengan Hayyin dan pasukannya, raja kegelapan Zughal itu perlu menunjukkan jati dirinya yang asli. Maka betapa terkejutnya semua orang, termasuklah Raja Hal-Kauri, dengan kenyataan tersebut. Ternyata selama ini ia dan pasukannya sudah ditipu oleh sosok yang mereka anggap sebagai guru. Mereka pun hanya dijadikan sebagai alat untuk memenuhi tujuan jahat dari si raja kegelapan tersebut. Namun penyesalan sudah tak berarti lagi, sudah terlambat untuk berhenti.

Catatan: Meskipun ia adalah seorang raja, tetapi sebenarnya Zughal memiliki atasan. Penguasa tertinggi kegelapan itu bernama Dal’aurin, yang memimpin 9 orang raja yang setara dengan Zughal. Ke sembilan orang tersebut lalu ditugaskan di tempat yang berbeda. Dan karena Zughal dinilai sebagai abdi yang paling cemerlang, makanya ia pun ditugaskan di Bumi. Dan memang sejak dulu, selalu hanya yang terbaik saja yang sengaja diutus ke Bumi ini.

Waktu terus berlalu sementara keadaan di lembah Herat semakin tegang. Kedua belah pihak yang berseteru itu sudah mantap dengan berbagai kemungkinan terburuk. Siap tidak siap, mereka tetap harus bertaruh nyawa berkalang tanah. Dan ketika sangkakala perang sudah ditiupkan, maka bergeraklah pasukan infanteri garis depan dari kedua belah pihak. Selang beberapa waktu, terdengarlah dentingan suara pedang dan tombak yang bergemuruh. Tak lama kemudian diikuti oleh suara teriak kesakitan dari para anggota pasukan yang terluka. Darah segar pun mulai mengalir menganak sungai, menebarkan bau amis-anyir dimana-mana. Sungguh mengerikan.

Di barisan kedua, pasukan kaveleri sudah bersiap untuk ikut terjun ke dalam medan pertarungan. Tinggal menunggu komando, mereka pun segera berpacu menyerang dengan kekuatan penuh. Sungguh kekuatan pasukan kaveleri ini sangat besar dan menakutkan. Apapun yang dilaluinya segera dibabat habis. Membuat prajurit pejalan kaki banyak yang sampai robek perutnya, tembus dadanya, terpotong kaki atau tangannya, dan tertebas pula batang lehernya. Dan hanya dalam waktu beberapa menit saja, ratusan pasukan di kedua belah pihak sudah bersimbah darah dan tewas mengenaskan. Sungguh bagi siapapun yang menyaksikan peristiwa memilukan itu akan bergidik ngeri. Betapa anak manusia yang sebenarnya masih satu keluarga besar (sama-sama anak keturunan Ayanda Adam عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ) justru saling bunuh tanpa ampun dan belas kasihan.

Namun apa yang terjadi pada saat itu memanglah harus terjadi sebagai bagian dari takdir kehidupan. Dan memanglah terkadang perang besar harus tetap terjadi untuk menuntaskan permasalahan yang tak kunjung berkesudahan, mengembalikan hukum kehidupan yang telah lama menyimpang ke jalan yang benar dan normal lagi. Makanya pada masa itu, pertempuran besar di lembah Herat antara kubu pasukan Raja Hal-Kauri dan Hayyin merupakan penentuan nasib selanjutnya bagi kehidupan dunia. Siapa yang menang saat itu akan menciptakan model kehidupan seluruh penduduk Bumi. Jika Raja Hal-Kauri yang menang, maka seluruh dunia akan dipenuhi oleh kegelapan. Sebaliknya, jika Hayyin yang memenangkannya, maka seluruh dunia akan bercahaya gilang gemilang penuh kedamaian dan kemakmuran.

Perang adalah pilihan terakhir, menjaga perdamaian adalah pilihan utama. Namun terkadang jalan pedang memang harus di tempuh untuk menciptakan keseimbangan.

Singkat cerita. Pertempuran sengit terus berlangsung di lembah Herat. Kedua pihak yang berseteru kala itu tak ada yang mau berhenti atau pun mengalah. Mereka sama-sama ingin tetap bertarung habis-habisan dan memenangkan perang meskipun dengan jumlah korban jiwa yang tak sedikit. Menit demi menit terus diisi kegaduhan dan teriakan yang menyengsarakan. Siapa pun yang menyaksikannya tentu merasa pilu namun tak bisa berbuat apa-apa. Semua itu harus terjadi untuk menuntaskan segala yang tertahan sebelumnya.

Kemudian setelah 5 jam berlalu, mulai terdapat pemisahan di beberapa titik lokasi pertempuran. Di karenakan berbagai formasi tempur yang dilancarkan, dua juta lebih pasukan yang ada kala itu akhirnya mereka sampai terbagi-bagi menjadi beberapa kelompok. Di setiap titik lokasi terdapat sepasukan besar yang berjumlah ratusan ribu orang, yang mereka itu terus saling adu kekuatan. Saat itulah para kesatria terbaik dari kedua belah pihak tampak bersinar. Dengan berbagai kemampuan dan kesaktiannya, mereka terus bertarung dengan gigihnya. Sungguh pemandangan yang memukau sekaligus menyedihkan. Karena betapa orang-orang yang berilmu tinggi harus sampai bertaruh nyawa demi sebuah prinsip yang bahkan terasa konyol atau justru memalukan. Mereka hanya mengerjakan sesuatu yang sekedar hasrat dari nafsu seseorang yang zalim.

Catatan: Dalam pertempuran besar itu, khususnya di kalangan para kesatria, mereka bertarung tidak hanya di permukaan tanah saja. Dengan kesaktian yang dimiliki, mereka juga sampai terbang ke sana ke mari. Berpindah-pindah tempat di berbagai penjuru Bumi. Dan tak sedikit pula yang menggunakan kemampuan menghilang, mengubah wujud, dan teleportasinya untuk bisa mengungguli lawan. Tak ada yang mau mengalah. Semuanya terus bertarung dengan gagah berani, karena saat itu prinsip mereka adalah hanya kematian sajalah yang dapat menghentikan pertarungan besar tersebut.

Dan akhirnya, setelah melewati batas waktu Zuhur, tampak jelas pasukan Raja Hal-Kauri sudah kian terpojok. Mereka tak sanggup lagi menahan gempuran dari pasukan Hayyin yang terus menggelora. Oleh sebab itulah, si raja kegelapan yang bernama Zughal langsung memerintahkan pasukan rahasianya untuk segera terjun ke medan laga. Sehingga hanya dalam hitungan detik, tiba-tiba muncul sebuah portal energi di tengah lembah Herat, yang kemudian memunculkan banyak sekali pasukan kegelapan. Mereka semuanya mengenakan baju zirah berwarna perunggu dan terdiri dari bermacam jenis divisi, ada yang pejalan kaki, mengendarai hewan, dan yang menaiki kendaraan tempur; termasuklah tank dan pesawat. Semuanya dikerahkan hanya dengan satu tujuan, yaitu menghancurkan seluruh pasukan Hayyin. Dan yang namanya pembantaian pun sudah menjadi agenda utamanya. Mereka bahkan memang suka dengan hal tersebut, karena diyakini bisa menambah kekuatan dan umurnya.

Catatan: Saat pasukan kegelapan pimpinan Zughal datang, model pertempuran jadi berubah total. Adu kesaktian dan teknologi pun terjadi secara bersamaan. Pasukan Zughal yang membawa banyak tank dan pesawat tempur harus menghadapi beragam ajian kesaktian dan senjata pusaka milik pasukan Hayyin. Dan ternyata, secara perlahan justru ajian dan senjata pusaka lebih unggul dari pada teknologi super canggih pasukan kegelapan. Sungguh unik dan menakjubkan.

Waktu terus berlalu, sementara hari kian sore dan mendekati senja. Namun dengan kesaktian yang dimiliki dan atas izin dari Sang Pencipta, oleh Hayyin waktu pada hari pertempuran tersebut tidak seperti biasanya. Sore hari yang biasanya cuma berlangsung selama ±3 jam, menjadi lebih dari 6 jam. Tak kunjung petang, karena sinar mentari tetap menerangi layaknya di siang hari. Hal ini dilakukan karena pertempuran melawan Zughal dan pasukannya harus dituntaskan hari itu juga. Tujuannya agar tak ada lagi kekacauan, pembunuhan atau masalah yang tak selesai. Dan oleh sebab Zughal dan pasukannya pun akhirnya terpuruk, sang raja kegelapan tersebut lalu meminta bantuan dari rekan-rekannya, yakni 8 raja kegelapan lainnya, untuk datang mengalahkan Hayyin. Ia tak mampu lagi menandingi kesaktian dari sang pemuda. Jika terus bertarung, musibah yang tragis pastilah ia dapatkan segera.

Singkat cerita, setelah dipanggil lewat mantra khusus, maka ke 8 raja kegelapan itu pun muncul di lembah Herat. Semuanya tampil dengan sangat menawan dan mengenakan baju zirah tempur yang berkilauan. Hal ini jelas membuat cemas siapapun dari pasukan Hayyin, Mereka segera merasa pesimis untuk bisa memenangkan pertempuran. Karena betapa Hayyin harus berhadapan langsung dengan ke 9 raja kegelapan yang bertekad untuk mengeroyoknya. Namun sesuatu yang tak disangka akhirnya datang. Tiba-tiba muncullah seorang wanita penuh kharisma yang ternyata sudah kenal baik dengan Hayyin. Dialah Aisarin, sosok Peri yang pernah bertarung seimbang dengan Hayyin di dimensi kelima (Nilbati). Dan ternyata, Aisarin pun telah mencapai derajat Sang Hyang, sama dengan Hayyin.

Nah, kedatangan Aisarin di medan pertempuran saat itu adalah untuk membantu sang pujaan hatinya. Sudah lama ia ingin berjuang bersama sang pemuda, tetapi baru sekarang diizinkan. Karena memang Hayyin tetap harus menjalani kodrat hidupnya di Bumi; memimpin sejumlah pasukan untuk berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Dan kedua sejoli itu pun langsung bersatu dalam setiap gerakan jurus dan ajian-nya. Sangat kompak dan sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Lalu tanpa menunda waktu lagi, ke 9 raja kegelapan itu pun langsung melancarkan serangan besar kepada pasukan Hayyin dengan beragam jenis serangan. Mereka sampai mencabuti bukit-bukit dan menarik benda-benda langit seperti meteor dan sejenisnya untuk dilemparkan ke arah pasukan Hayyin. Namun hal itu segera ditangkis oleh Hayyin dan Aisarin dengan cukup mudahnya. Keduanya juga telah membagi dirinya sejumlah para raja kegelapan tersebut. Satu orang berhadapan langsung dengan satu musuhnya. Dan terjadilah pertarungan yang begitu sengit yang mengguncang lembah Herat. Mereka pun bertarung kemana-mana di udara. Lalu atas petunjuk Ilahi, tak butuh waktu lama bagi Hayyin dan Aisarin untuk bisa mengalahkan para raja kegelapan itu. Mereka lalu mundur dan segera menyatukan kekuatannya untuk balas menyerang Hayyin dan Aisarin dengan kekuatan penuh. Namun begitu, apa yang mereka lakukan tetaplah sia-sia, karena pada akhirnya Hayyin dan Aisarin mulai menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Hanya dengan satu kali kibasan tangannya, ke 9 raja kegelapan tersebut seketika terpukul mundur dan langsung tumbang jatuh ke tanah. Hanya karena umurnya sudah ditangguhkan, maka tak ada kematian bagi mereka di hari itu.

Melihat kejadian tersebut, membuat Zughal semakin takut bukan kepalang. Tak ada lagi cara yang bisa dilakukan selain meminta bantuan dari junjungannya. Maka dari itu, ia pun segera memanggil Dal’aurin untuk datang membantu. Hal itu pun segera disetujui oleh sang maharaja kegelapan dengan memunculkan awan hitam pekat bercampur warna merah darah yang berputar-putar di atas lembah Herat. Angin kencang pun mengikuti pusaran awan tersebut, diiringi pula sambaran petir yang sangat keras ke segala arah secara berulang kali. Selain itu, terjadilah getaran yang sangat kuat seperti gempa di seluruh lembah. Membuat siapapun yang berada di medan pertempuran saat itu menjadi semakin cemas dan sulit untuk berdiri tegak. Dan setelah dirasa cukup, tanpa harus menyembunyikan dirinya lagi, Dal’aurin pun segera muncul dengan penampilan yang sangat memukau. Sosok tersebut tampak gagah perkasa lengkap dengan pakaian yang berkilauan. Tak ada sedikit pun aura negatif yang bisa dirasakan, karena sang maharaja kegelapan itu berilmu sangat tinggi dan pandai menyembunyikan jati dirinya. Hanya yang selevel Dewa saja yang bisa merasakan tipu muslihatnya.

Dan setibanya di medan pertempuran, Dal’aurin segera mengeluarkan tekanan energi yang sangat berat kepada semua pasukan yang ada, tak terkecuali pasukan Raja Hal-Kauri sendiri. Hanya pasukan kegelapan yang tidak merasakannya, dan mereka terbebas dari muntah darah atau pun terkapar lemas. Karena itulah, seluruh pasukan yang ada di lembah Herat sampai harus tertunduk dan berlutut menahan tekanan energi tersebut. Hanya yang berilmu tinggi saja yang masih dapat berdiri, itu pun harus tetap merasakan tekanan yang sangat menyakitkan. Mereka harus bisa menangkis serangan energi itu dengan segala daya upaya. Maklumlah yang melancarkan serangan keji tersebut adalah seorang maharaja kegelapan yang memimpin 9 raja kegelapan setingkat Zughal.

Catatan: Sejak pertama kali muncul di lembah Herat, ukuran tubuh Dal’aurin sudah begitu besarnya melebihi gunung. Karena itulah, Hayyin pun mengubah wujudnya menjadi raksasa. Mereka berdiri mengambang di angkasa dan bisa disaksikan oleh semua orang di Bumi.

Makanya Dal’aurin tak ingin berlama-lama dengan segera mengeluarkan kesaktiannya. Tiba-tiba muncul bola energi warna-warni yang semakin membesar di tengah-tengah medan pertempuran. Kekuatannya jauh melebihi tekanan energi sebelumnya. Untuk itulah Hayyin segera memberikan pelindung dengan menyebarkan perisai energi yang melindungi setiap makhluk di Bumi, khususnya yang berada di lembah Herat. Sementara itu, sang pemuda pun tak mau kalah dengan menciptakan bola energi yang bahkan lebih kuat dari bikinan Dal’aurin. Hal tersebut membuat sang maharaja kegelapan emosi dan kembali menciptakan bola energi yang sangat berpijar dan berputar-putar, yang kekuatannya sepuluh kali lipat dari yang sebelumnya. Namun begitu, oleh Hayyin tetap saja dihancurkan dengan mudahnya.

Singkat cerita, setelah tujuh kali menciptakan bola energi dan tujuh kali pula dihancurkan oleh Hayyin, tibalah saatnya bagi Dal’aurin untuk mengeluarkan kartu andalannya. Dengan segenap kesaktiannya, maharaja kegelapan itu langsung mengubah dirinya seperti layaknya seorang Malaikat. Tubuhnya penuh sinar berkilauan dan kekuatan energi yang dipancarkannya saat itu sungguh mengerikan. Untung saja Hayyin sudah memberikan energi perlindungan kepada setiap makhluk di Bumi, karena jika tidak mereka bisa langsung hancur berkeping-keping dibuatnya. Dan karena memang sudah waktunya, maka barulah Hayyin menunjukkan kemampuan yang sebenarnya. Dalam sekejap mata, tubuhnya mulai berubah-ubah wujud sebanyak 30 kali, hingga akhirnya berpenampilan layaknya seorang Begawan muda yang berpakaian serba putih. Dengan wujud yang seperti itu, bahkan para Dewa-Dewi penghuni Kahyangan pun segera turun ke Bumi untuk memberi hormat. Mereka terpukau dengan sosok kharismatik dan istimewa tersebut.

Catatan: Pada saat itu, orang-orang merasa bingung karena tiba-tiba kekuatannya bertambah dan bisa menangkis tekanan energi mematikan yang dilepaskan oleh Dal’aurin. Hanya pasukan inti dari Hayyin saja yang tidak, karena mereka sudah terbiasa dengan saluran energi dari sang pemuda terpilih. Mereka bisa langsung menebak bahwa yang terjadi saat itu adalah transfer energi yang berasal dari kesaktian Hayyin sendiri. Tak ada yang bisa melakukannya selain dia.

Melihat hal itu, sebenarnya Dal’aurin sudah tahu batasannya. Ia takkan mungkin lagi bisa menandingi kesaktian seorang Hayyin. Namun sebagai maharaja kegelapan yang sudah tenggelam dalam kesombongannya sendiri, Dal’aurin tetap saja bersikap pongah (angkuh). Ia masih saja berusaha menyerang sang pemuda meskipun dibalas dengan serangan yang lebih mengerikan. Dan akhirnya, hanya dengan mengibaskan tangannya saja, seluruh kesaktian Dal’aurin pun runtuh oleh kekuatan Hayyin. Hanya tersisa sedikit dan itu dipergunakannya untuk bisa melarikan diri.

Sungguh peristiwa yang sangat menakjubkan yang tak pernah disaksikan oleh siapapun yang hidup saat itu. Tak ada yang menyangka jika sebenarnya Hayyin adalah seorang yang telah mencapai derajat Sang Hyang. Selama ini ia selalu menyembunyikan kemampuannya, hidup layaknya orang biasa. Dan hanya atas petunjuk Ilahi, apapun yang dilakukannya menjadi indah dan memukau. Sementara Zughal dan pasukannya tidak sampai ditumpas habis. Mereka hanya diperintahkan untuk segera kembali ke asalnya dan tidak pernah lagi mengganggu umat Manusia. Namun sebagaimana yang bisa ditebak, yang namanya kegelapan itu pastinya akan kembali. Mereka akan selalu mencari-cari celah dan kesempatan untuk menyesatkan dan merusak akhlak Manusia.

Adapun nasib dari Raja Hal-Kauri, maka atas kesalahan besar yang telah dilakukannya, ia harus merasakan bahwa kesaktiannya turut dihilangkan. Selain itu, ia pun harus menerima hukuman pengasingan di pulau terpencil. Tak ada yang boleh melakukan interaksi dengannya sampai ajal datang menjemput. Sedangkan pasukannya, mereka lalu diperintahkan untuk kembali ke negerinya masing-masing dan tak boleh melakukan kejahatan pertempuran. Harus bertobat dan kembali menjalani hidup yang sesuai dengan aturan Dharma (kebenaran sejati).

Sementara itu, setelah perang besar di lembah Herat selesai, tahta kerajaan Qamuira dan Umnor dikembalikan kepada rajanya semula. Dan khusus untuk Raja Yandaq, karena sudah tua ia tak lama berkuasa. Tahta kerajaan lalu diserahkan kepada anak lelaki satu-satunya yang masih hidup. Dan atas bantuan dari beberapa kerajaan lainnya, kota Velna yang legendaris pun dibangun kembali. Hal itu dilakukan sebagai upaya dalam mengingat tragedi memilukan di masa lalu, agar anak cucu tidak melupakan sejarah dan bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga. Bahwasannya jangan pernah mengabaikan sekecil apapun itu peringatan atau tanda-tanda alam yang muncul. Sebagai manusia yang memiliki akal dan hati, maka sudah seharusnya tetap bersikap bijak dan selalu eling lan waspodo.

6. Peradaban tinggi di Eldharin
Setelah perang besar melawan Zughal dan Dal’aurin selesai, atas petunjuk Ilahi yang didapatkan, Hayyin segera membangun peradaban yang gemilang dengan nama Eldharin atau yang berarti cahaya gemilang. Meskipun bentuk geografi dan topografi wilayah Nusantara saat itu sangatlah berbeda dari sekarang (karena masih dalam bentuk satu daratan yang sangat luas), namun bisa dikatakan bahwasannya pusat negara yang dibangun oleh sang pemuda kala itu terletak di sekitar wilayah Kabupaten Mojokerto-Jombang-Nganjuk-Kediri-Blitar-Malang, Propinsi Jawa Timur sekarang. Iklim dan bentangan alam di sana pada masa tersebut sangat mendukung untuk berdirinya sebuah peradaban yang terbaik. Kondisi pada waktu itu memang sangat berlainan dari pada kondisi di beberapa waktu setelahnya, apalagi sekarang. Dan memang dibutuhkan kondisi lingkungan alam yang mendukung seperti itu sebagai bagian dari lingkungan alami yang dirancang untuk menyadarkan kembali setiap orang tentang hakikat dirinya sebagai makhluk Surga yang sedang menjalani kehidupan di Bumi ini.

Catatan: Dengan beragam keajaiban dan kesaktian yang dimiliki oleh Hayyin, maka tidak butuh waktu lama untuk membangun peradaban tinggi di Eldharin. Ia pun tidak bekerja sendirian, karena ada entitas lain yang ikut membantunya. Semua hanya atas izin dan perintah dari Yang Maha Kuasa.

Ya. Inti dari pusat negara Eldharin saat itu adalah suatu kota yang simpel namun sangat indah dan mengagumkan, yang terlingkupi oleh tembok putih setinggi 30 laks (±75 meter). Pusat kebudayaan dan peradaban dunia ini dinamai Arahayyin, sebagai penghormatan kepada sosok Muhayyin alias Hayyin, sang pemuda terpilih. Adapun kota besar ini diatur dalam sepuluh divisi dengan gedung-gedung utama untuk 9 Dewan Kebijaksanaan atau yang disebut Avtarus, yang ditempatkan di pusat-pusat divisinya. Sedangkan yang paling tengah di dalam kota adalah tempat suci untuk beribadah kepada Tuhan – semacam kuil atau candi. Bangunan ini sangat megah dan saling berhadapan dengan istana kerajaan yang berwarna-warni yang tak perlu lagi ditanyakan tentang keindahannya.

Selain itu, bangunan-bangunan utama di pusat kota Arahayyin ini dominan berwarna putih dan hanya terdiri dari satu lantai kecuali markas Dewan Kebijaksanaan, yang berlantai tiga, dan tempat suci untuk beribadah yang terdiri dari dua lantai tingginya. Memang ada gedung-gedung khusus setinggi 10 lantai, dengan menara-menara yang menjulang tinggi ke angkasa, namun jumlahnya cuma ada 5 saja. Kondisi seluruh kota itu pun mewakili praktek-praktek terbaik dalam pemilihan bahan bangunan, yaitu batu marmer, granit, pualam, giok, permata (intan-berlian, ruby, safir, zamrud, yakut, kalimaya, dll), dan logam mulia (emas, perak, titanium, dll). Hanya sebagian kecil yang menggunakan kayu-kayu pilihan, alias hanya untuk pelengkap keindahan arsitekturnya saja. Semuanya telah dirancang sedemikian rupa dengan berbagai perhitungan yang akurat. Sungguh menakjubkan.

Catatan: Karena memiliki latar belakang dari keturunan bangsa Peri Neleri (dari sisi ibunya), atas petunjuk Ilahi, maka saat membangun kota Arahayyin tak lupa Hayyin juga membuatkan sebuah lokasi khusus di tengah kota untuk 2 pohon ajaib. Bibit pohon raksasa ini berasal dari Langit, yang diberikan oleh sosok yang sama, yaitu seorang Iswan (pemimpin dari golongan Hirruwas). Bentuk dan ukuran dari pohon tersebut hampir serupa dengan yang terdapat di negeri bangsa Peri Neleri. Begitu pula dengan khasiat dan keunikannya, dimana pohon yang bernama Wanaya dan Wanayu tersebut juga memiliki keistimewaan yang luar biasa. Pada setiap 100 tahun sekali akan berbuah, dan siapapun yang memakannya bisa langsung mendapatkan manfaat yang begitu luar biasa. Persis dengan pohon Aisril dan Nihril yang ada di negeri bangsa Peri Neleri.

Lebih dari itu, seluruh kawasan ibukota Arahayyin selalu diselimuti oleh perisai energi yang tembus pandang. Kekuatannya luar biasa, karena tak ada yang bisa menembusnya walau sudah menggunakan senjata yang paling mutakhir. Dengan kesaktian pun tak juga mampu – kecuali yang sudah di level Dewa-Dewi ke atas. Makanya bagi siapapun yang ingin keluar masuk ibukota Arahayyin harus memiliki sebuah lencana khusus yang dikeluarkan oleh pihak negara Eldharin. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkannya. Karena lencana itulah yang perlu ditunjukkan kepada para penjaga gerbang ibukota sebagai persyaratan wajib. Bagi yang tidak memilikinya takkan diizinkan memasuki ibukota Arahayyin. Dan lencana tersebut tidak bisa dipalsukan. Akan segera ketahuan jika ada yang berbuat curang, karena lencana yang asli selalu disertai dengan energi khusus dan setiap penjaga gerbang kota bisa langsung merasakannya.

Dan khususnya di seluruh kawasan pusat ibukota Arahayyin ada semacam batas magis yang sangat kuat dan membuat siapa saja yang memasukinya akan segera luntur kesaktiannya selama ia berada di dalam batas magis tersebut. Artinya, siapa pun yang level kekuatannya di bawah tingkat Dewa-Dewi, maka semua kesaktiannya akan menghilang sementara. Jadi selama ia berada di dalam batas wilayah pusat ibukota Arahayyin, selama itu pula seseorang yang level kesaktiannya di bawah para Dewa-Dewi akan ditekan habis alias tak bisa dikeluarkan. Mereka akan hidup layaknya orang awam, tanpa bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Hal ini sengaja di lakukan oleh Sang Hyang Muhayyin demi menjaga netralitas, stabilitas, dan keamanan pusat ibukota Arahayyin tersebut. Dan itu berlangsung sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Lalu kenapa harus di bawah level Dewa-Dewi? Ya karena siapapun yang belum mencapai level tersebut biasanya akan cenderung labil dalam tindakannya. Sebaliknya, jika telah mencapai level Dewa-Dewi takkan bertindak seenaknya. Ia pastinya akan bersikap sabar dan tenang dalam kondisi apa pun, serta berpikir dulu sebelum bertindak.

Catatan: Dalam tradisi dan kebudayaan di negara Eldharin, maka terdapatlah 9 mahaguru yang waskita dan bijaksana. Mereka ini lalu dikenal sebagai Avtarus atau Dewan Kebijakanaan. Selama hidupnya, mereka ini terus berkonsentrasi pada 9 bidang kehidupan yakni sosial-agama, kebatinan (spiritual), kesaktian (kanuragan, kadigdaya, kasepuhan, kasunyatan, dan kasampurnan), militer, kesehatan (kedokteran dan farmasi), ekonomi, seni dan sastra, teknologi (arsitektur, mekanik, elektronik, digital), dan eksakta (matematika, fisika, kimia, biologi, astronomi, dll). Untuk bisa menduduki posisi tersebut, siapapun harus dipilih secara aklamasi (pernyataan setuju secara lisan dari semua orang) karena telah diakui kemampuannya oleh para sesepuh dan perwakilan rakyat – kecuali yang di generasi pertama karena mereka dipilih langsung oleh Sang Hyang Muhayyin. Tentang akhlak dan keilmuannya tak perlu lagi dipertanyakan, karena mereka adalah orang-orang yang sangat luar biasa.

Dan ke 9 mahaguru itu akan merekrut para muridnya dalam kurun waktu tertentu. Setiap orang berhak, namun harus berhasil melewati berbagai ujian khusus. Setelah lulus ujian tersebut, para murid akan diterima sebagai siswa utama dan menempuh pendidikan di sekolah khusus yang disebut Halaqas. Berada di sembilan 9 tempat yang berbeda, mengikuti jumlah bidang kehidupan yang ada di negeri Eldharin. Namun begitu, apa pun keahlian dan bidang keilmuan yang dipelajari oleh setiap murid, semuanya akan tetap dibekali juga dengan tiga ilmu dasar, yaitu kanuragan, kadigdayan dan kasepuhan. Karena itulah, setiap murid yang lulus dari lembaga pendidikan Halaqas ini akan menjadi sosok yang berilmu tinggi secara lahir dan batin. Sungguh menakjubkan dan sesuai dengan yang semestinya.

Kemudian dalam urusan ketatanegaraan, di negeri Eldharin terdapat struktur kepemimpinan yang di mulai dari Khalifah sampai ke jajaran para Natrah (kepala desa). Artinya, pemimpin tertinggi di seluruh Eldharin bergelar Khalifah, di bawahnya ada seorang Murajah alias Mahapatih atau Perdana Menteri. Siapapun yang menjabat sebagai Murajah ini, maka ia adalah sosok pilihan dari sang Khalifah. Dan atas persetujuan dari sang Khalifah, seorang Murajah akan langsung membawahi beberapa Mantirah alias Menteri yang mengurusi bidang ekonomi, pendidikan, pembangunan, pertanian, dll. Selain para Mantirah itu, ia tidak memiliki hak komando atau intruksi, lantaran jabatan seperti Hakkimah (Hakim), Guldrah (Panglima Militer), dan para Walisah (Gubernur) langsung di bawah kendali sang Khalifah. Sedangkan di bawah jabatan Walisah (Gubernur) terdapat para Adiyah (Bupati), Sairuh (Camat), dan Natrah (Kepala Desa). Semuanya menginduk kepada Walisah yang memimpin di wilayahnya masing-masing. Sedangkan Wasilah sendiri bersumpah setia hanya kepada sang Khalifah.

Catatan: Jika seandainya tiba-tiba sang Khalifah wafat atau menghilang, atau berhenti karena tidak lagi mampu menjalankan tugasnya, secara otomatis tahta negara Eldharin akan dipegang sementara oleh Avtarus (Dewan Kebijaksanaan). Tetap seperti itu hingga sang Khalifah yang baru selesai dilantik. Sehingga tak pernah ada masa kekosongan sehari pun dalam kepemimpinan negara.

Selanjutnya, di pusat ibukota atau di tempat lainnya di seputar kota Arahayyin, terdapat banyak tempat untuk bermeditasi atau hanya sekedar melepas penat. Di situlah penduduk kota tersebut banyak menghabiskan waktunya jika mereka telah selesai dengan berbagai urusan duniawinya. Lebih dari itu, ada pula sebuah area khusus dalam bentuk hutan lindung seluas 10 farsa (±4,5 km2) yang disebut Andana’im. Di dalam hutan ini terdapat beragam jenis flora dan fauna yang eksotis yang tidak ada di tempat lain. Ada pula pintu gerbang yang berukir indah dan tersebar di keempat arah mata angin untuk digunakan oleh siapapun, khususnya para kesatria terbaik, untuk berpindah ke dimensi khusus ciptaan dari Sang Hyang Muhayyin. Di sana, setiap orang bisa meningkatkan level kultivasinya lebih cepat dan kemampuan dirinya secara lebih maksimal dari tempat manapun di seluruh muka Bumi. Namun sebagaimana yang berlaku pada umumnya, maka tak semua orang bisa melewati ke empat gerbang tersebut. Ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi terlebih dulu.

Catatan: Flora dan fauna yang ada di hutan Andana’im sangatlah beragam, mulai dari yang hidup di darat, air, dan bisa terbang di udara. Semuanya menjalani kehidupan yang tenang di sana, tanpa ada yang pernah mengusiknya. Nah mereka itu bisa pula dengan leluasanya keluar masuk di ke 4 pintu gerbang ajaib tersebut. Tidak seperti Manusia yang harus memenuhi syarat kualifikasi terlebih dulu. Dan itu memang sengaja di lakukan oleh Sang Hyang Muhayyin dengan alasan tertentu. Makanya, tidak pernah ada hewan apalagi tumbuhan yang hidup di dalam hutan lindung tersebut yang pernah keluar dari batas area hutan khusus ini. Mereka selalu memilih untuk tetap berada di sana atau justru pergi ke dimensi lain melalui pintu gerbang yang tersedia. Terlebih bagi mereka yang sudah tinggi level kehidupannya akan bersikap seperti layaknya Manusia; dapat berbicara dan berpikir kritis seperti orang yang terpelajar.

Begitulah sekilas tentang kondisi di pusat negara yang dibangun oleh Sang Hyang Muhayyin. Beragam keindahan dan keagungan terdapat di sana. Lalu di hadapan semua yang hadir di istananya, sang pemuda terpilih pun menyampaikan pesannya yang terkenal dengan berkata: “Tujuan pemimpin itu adalah tidak untuk membuat insan Manusia berkiblat ke Barat atau ke Timur, tidak pula kepada materi dan kesenangan duniawi. Tetapi membuat mereka bisa menghadapkan wajahnya hanya kepada Sang Pencipta. Tugasnya adalah memupuk dan menyuburkan ilmu pengetahuan yang hakiki, yang kemudian menanam di atasnya benih-benih peradaban.

Dan kita tak memiliki apa-apa jika kita tak percaya. Segala sesuatu mengarah pada tujuan yang sama tanpa memandang tinggi atau rendahnya. Tak peduli keyakinan atau metode kultivasi apa yang kau praktikan. Karena di masa depan, pastilah terjadi kekacauan besar. Bersiaplah, tetap eling lan waspodo!

Begitulah pesan dan nasihat yang pernah disampaikan oleh Sang Hyang Muhayyin kepada rakyatnya kala itu. Dan selanjutnya, terdapat pesan dan nasihat lain yang juga menjadi pedoman utama bagi umat Manusia saat itu, bahkan hingga kini. Di antaranya:

Di mana ada cahaya, maka di situ pula ada bayangan. Ini sangat jelas, namun tetap banyak orang yang keliru.”

Jangan meragukan kekuatan hati. Pikiran jernih, tak ada beban, dan benar-benar memahami, bisa menghasilkan kekuatan yang tak terbatas. Dan semua itu harus dimulai dengan melepaskan.”

Pelajaran apapun yang kita pelajari, semuanya perlu kita kembangkan dalam hati. Kita berjalan di jalan yang sama. Namun sejauh mana kita melangkah, tergantung diri kita sendiri. Adapun kekuatan dan kemampuan kita bukanlah milik kita sendiri, tetapi hanya sebatas pinjaman.

Jangan puas dan bangga dengan harta, kepemilikan, jabatan, dan popularitas yang dimiliki. Karena bisa jadi itu justru menunjukkan keadaan diri yang masih di level awam, sengat rendah. Ujian Tuhan memang takkan melebihi kemampuan dari setiap makhluk-NYA. Untuk itulah siapapun yang masih gandrung/lekat dengan materi-keduniawian, jelas menandakan bahwa dirinya belum memahami arti dari kehidupan ini dengan tuntas. Dan jika materi-keduniawian itu ditarik secara tiba-tiba atau dengan cepat, bisa jadi yang bersangkutan akan menjadi stress, gila atau sampai bunuh diri. Ia takkan sanggup menjalani hidup dengan kesusahan. Ia takkan mampu hidup dengan tekanan berat kemiskinan. Sehingga terus diberi kemudahan dan kelimpahan sebagai ujian namun tak menyadarinya. Ia pun lupa untuk bersyukur dan tak ingin meningkatkan level kesadaran dirinya. Sungguh keliru dan sia-sialah kehidupannya.”

Ya. Seperti itulah pesan dan nasihat yang pernah disampaikan oleh sang pemuda terpilih dan dijadikan sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara oleh seluruh penduduk dunia. Itu pula yang menjadi dasar mereka dalam melakukan olah raga dan olah jiwa secara benar selama ratusan generasi. Hasilnya tidak main-main, karena tak jarang orang-orang bisa mendapatkan pencerahan dan mencapai keadaan nirwana atau bahkan moksa. Sungguh memuaskan.

Dan karena itu pula, menjadi hal yang umum jika seluruh penduduk Arahayyin tidak begitu sibuk dengan urusan materi-duniawi. Mereka tetap menjalani kodrat kehidupan seperti memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, namun begitu apa yang mereka praktikan dalam kesehariannya cukup sederhana. Tak ada ketertarikan yang berlebihan dalam urusan materi-duniawi itu, sebab mereka telah benar-benar memahami bahwa tujuan utama hidup di Bumi ini bukanlah untuk memenuhi setiap hasrat keinginan daging-fisik semata. Kesejatian hidup yang selalu mereka utamakan, yakni mengolah diri secara lahir batin (kanuragan, kadigdayan, kasepuhan, kasunyatan, dan kasampurnan). Selain itu, maka bukanlah tujuan akhir yang harus mereka capai, bukan pula yang wajib mereka usahakan seumur hidupnya. Dunia ini cuma sementara dan bersifat semu belaka.

Adapun Hayyin, maka bersama istrinya, Aisarin, menetap selama beberapa tahun di kota Arahayyin. Keduanya tetap berpenampilan seperti Manusia pada umumnya dan memiliki keturunan. Ada sepasang anak yang rupawan, yang tertua bernama Hazayyin, sementara yang bungsu diberi nama Masirin. Sebagai anak lelaki tertua, maka Hazayyin-lah yang meneruskan tahta Eldharin dari ayahnya. Ini terkesan nepotisme, tetapi sebenarnya Hazayyin sudah mendapatkan persetujuan dari semua pihak. Ia sangat layak untuk jabatan tersebut, karena memang sudah memiliki beragam kemampuan yang disyaratkan dalam konstitusi negara. Tak ada yang lebih pantas dari Hazayyin kala itu. Dan ternyata selanjutnya tetap dari garis keturunan Hayyin-lah tahta Eldharin dipegang.

7. Akhir kisah
Sungguh betapa luar biasanya kisah hidup dari seorang pemuda desa yang bernama Muhayyin. Dengan segala lika-liku perjuangannya, ia berhasil mencapai posisi yang teristimewa, bahkan berjasa sangat besar untuk kehidupan dunia. Setelahnya, dari garis keturunannya, terdapat beberapa sosok yang juga berhasil menorehkan prestasi yang luar biasa. Ini merupakan bagian dari anugerah yang diberikan Tuhan kepada keluarga tersebut, khususnya sejak dari para Nabi yang menjadi leluhurnya. Namun tentunya tidak mungkin terlepas dari usaha yang sungguh-sungguh dari setiap diri yang bersangkutan. Perjalanan hidupnya harus tetap mengharu-biru, penuh ujian yang pelik, dan tak jarang pula sampai diremehkan atau merasakan kelaparan.

Lalu sebelum kepergiannya ke Multan, dalam bahasa yang digunakan di Eldharin, Sang Hyang Muhayyin telah menyampaikan wejangan yang sangat berharga. Ini terkait dengan prinsip hidup dan juga peristiwa di masa depan. Katanya: “Hudriyamsah alhiranatansyi nabayyunahatta iyahaniyaqaturah. Salhiratuwanahi yamudhalayatram hikasyalunarin tanhaniyataruh unwalam askalatahiyasya. Muniwatakalam aswatarunadya bahiganatarum sumanadaraturakya nifatillahiyah. Zanhwarutalbayun ahummasadurahillah namariyana Sri Maharaja Sriyammasyara unakanajaya swandinayataruh ul-‘alamin. Nimadayatakah husanatasakti ahimbayam wanidazalahir uyataharusya.

Itulah kata-kata terakhir yang disampaikan oleh sang pemuda terpilih sebelum ia dan istrinya, Aisarin, berpindah kehidupan ke dimensi lain. Dan meskipun sudah berlalu selama lebih dari 100.000 tahun, pesan tersebut masih tersebar luas di kota Arahayyin. Hingga pada akhirnya, justru kota tersebut yang dipindahkan ke dimensi lain sebagai bonus karena penduduknya tetap hidup dalam kebenaran sejati (Dharma). Dan meskipun kota Arahayyin telah menghilang, namun pesan terakhir dari Sang Hyang Muhayyin itu masih diketahui dan tetap diwariskan dari generasi ke generasi yang tinggal di tempat lain. Begitulah seterusnya, hingga pada akhirnya memang harus ikut menghilang tak diingat lagi. Hanya kalangan tertentu saja yang masih bisa mengetahuinya.

Demikianlah kisah ini berakhir. Mugia Rahayu Sagung Dumadi.. 🙏

Jambi, 15 November 2023
Harunata-Ra

(Cuplikan dari buku “Diri Sejati”, karya: Harunata-Ra)

Bonus instrumental:

Tinggalkan komentar