Akulah DIA!

Posted on Updated on

Wahai saudaraku. Dalam diri manusia ada rasa dan keinginan. Walau pun seribu dunia telah menjadi miliknya, maka itu takkan membuatnya merasa tenang dan puas. Meskipun ia telah menjajal setiap keahlian, mempelajari berbagai keilmuan, tetap saja tak merasa lega karena belum mendapatkan apa yang dituju. Dan ketika orang-orang mengatakan bahwa Sang Kekasih adalah ketenteraman sebab di sanalah hati mereka bisa menemukan kedamaian, itu pun tetap membuatnya resah dan bingung. Tak ada yang bisa melepaskan belenggu yang menjerat batinnya.

Nah, bagaimana seseorang bisa menemukan kebahagiaan selain dari pada-NYA? Bukankah yang terlihat itu jelas adanya dan membuat diri kian terpana dalam kesenangan?

Maka perlu dipahami bahwa jalan kultivasi (penempaan diri) memiliki takdirnya sendiri. Siapapun memang bisa mempelajari metode para pendahulu. Namun itu tak boleh selalu di andalkan. Seseorang juga tidak perlu ngoyo (memaksa diri secara berlebihan) dalam berpikir dan usahanya. Temukan saja yang cocok untuk diri sendiri. Karena di zaman kuno dulu, para leluhur kita juga memulainya dari nol. Mereka terus berusaha dengan tekun, hingga akhirnya berhasil menemukan formula yang tepat, bahkan memimpin “jalan langit dan bumi”. Mengendalikan hukum Ilahi demi kebahagiaannya.

Sehingga dalam hal ini keyakinan bisa menjadi guru yang sempurna. Sementara prasangka yang baik adalah muridnya. Dan ketika prasangka seseorang itu bertambah kuat, maka ia akan semakin dekat dengan keyakinan. Nah keyakinan itu adalah guru bijak yang mengajarkan tentang kesejatian dan membuat siapapun menjauh dari pengingkaran. Pun bisa tetap bertahan dari waktu ke waktu, karena sang guru telah mengajarkan yang hakiki dan abadi. Inilah yang seharusnya diraih oleh setiap pribadi dengan cara terus mencari.

Lantas bagaimana untuk bisa mencarinya? Jadi, setiap ilmu yang dipelajari di dunia ini terbagi ke dalam dua golongan. Ilmu yang didapat melalui belajar dan penelitian adalah ilmu tentang zahir sehingga disebut Abdan, sementara ilmu yang didapatkan setelah menjadi tenang dan bijak adalah ilmu tentang jiwa sehingga disebut Adyan. Mengetahui ilmu tentang “Akulah DIA!” adalah ilmu Abdan, sementara menjadi “Akulah DIA!” adalah ilmu Adyan. Setiap apa yang terlihat adalah ilmu Abdan, sementara setiap esensi dari ilmu untuk melihat itu adalah ilmu Adyan. Melihat cahaya lampu dan api adalah juga ilmu Abdan, sedangkan terbakar oleh api atau cahaya lampu adalah ilmu Adyan.

Demikianlah, sebagaimana dikatakan bahwa ada tujuh ribu selubung cahaya dan tujuh ribu selubung kegelapan. Semua yang bergerak ke dunia khayalan adalah selubung kegelapan, dan semua yang bergerak ke dunia realitas adalah selubung cahaya. Selubung-selubung kegelapan, yang berupa khayalan, sulit untuk bisa dipahami perbedaannya dan tak mudah dilihat sebab kelembutannya yang terus bertambah. Meskipun ada perbedaan yang kuat dan mendalam di dunia realitas, tetapi perbedaan itu tetap saja rumit untuk dipahami

Ya. Terkadang engkau mengatakan bahwa yang nyata itu adalah yang terlihat dan bisa diobservasi, sedangkan ilmu-ilmu lainnya adalah fantasy. Misalnya, seorang arsitek yang berpikir dan membayangkan sebuah gedung megah. Sebesar apapun kebenaran dan ketepatan pikiran dari sang arsitek, maka itu tetaplah khayalan. Dan khayalan itu akan menjadi nyata jika ia telah mewujudkan bangunan yang dikhayalkannya itu. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan antara satu khayalan dengan khayalan yang lainnya. Antara seorang arsitek dengan yang bukan arsitek, keduanya jelas berbeda dari segi detail khayalan dan aplikasinya nanti. Dimana sang arsitek, ketika ia berkhayal tentang sebuah bangunan lebih mendekati kenyataan. Sementara yang bukan arsitek hanya akan sebatas khayalan saja, karena ia tak memiliki kemampuan lebih untuk mewujudkannya. Demikianlah yang terjadi di dunia realitas, dunia hakikat, dan dunia penglihatan, maka ada perbedaan besar antara satu penglihatan dengan penglihatan lainnya. Di sinilah letak pentingnya untuk terus mencari demi meningkatkan kualitas diri.

Dan semua pencarian itu adalah anak tangga yang bertingkat. Bukan pula sebagai tempat untuk menetap dan ditinggali, karena melainkan hanya sebatas jalan yang harus dilewati. Sehingga berbahagialah untuk mereka yang menyadari akan hal ini, sebab ia tak membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa sampai di puncaknya. Usianya pun takkan berakhir sia-sia, atau terbuang percuma di setiap anak tangga itu.

Di dunia ini ada banyak hal yang tak bisa dijelaskan. Bahkan sebagian besarnya justru tak boleh dijelaskan. Tetap harus ada rahasia dibalik rahasia, demi kesempurnaan.

Sungguh, banyak dari pribadi yang beranggapan hijab rahasia itu tak bisa ditembus. Sebagian lainnya bahkan merasa tak ada hijab karena ia selalu tak bisa paham. Padahal sebenarnya hijab itu fakta adanya, dan meskipun berlapis-lapis maka tak berarti apa-apa selain cuma sebagai penyelubung. Ketika ia berada sangat dekat dan mampu menyaksikan hijab itu dengan lebih detail, barulah ia menyadari bahwa tabir itu hanyalah sebatas alat. Nah para kesatria utama adalah sosok yang bisa melihat dari dekat hijab tersebut lalu membukanya, sehingga semuanya pun menjadi tampak dengan jelas. Seperti landak yang keluar dari lubangnya dan bisa langsung melihat seisi dunia yang indah.

Makanya orang bijak itu adalah pribadi yang sudah menyadari bahwa sebab hanyalah sebatas media. Sementara penyebab utamanya adalah bukan sebab itu sendiri. Bahkan sebab dan akibat pun hanyalah sampul agar orang-orang mau berpikir dan terus merenungi. Dan ketika keduanya (berpikir dan merenungi) bisa terwujud dalam kehidupan sehari-hari, beragam hakikat makna pun jelas menampakkan diri. Rahasia-rahasia juga tersingkap lalu menjadi lentera hati menuju pencerahan.

O.. Inilah keindahan yang hakiki, yang merupakan bagian dari sifat sesuatu yang dicintai. Dan sifat sesuatu yang dicintai itulah sebagai asalnya. Terlebih bagian dari sesuatu takkan mungkin terpisah dari keseluruhannya. Ia akan tetap manunggal, sebab tak ada yang ada selain Yang Tunggal.

Jika dirimu sudah melihat DIA yang menjadi keseluruhan, tentunya engkau sudah melihat seluruh dunia. Apapun yang kau lihat setelah itu hanyalah bentuk dari kepalsuan. Tak ada yang asli dan reality, kecuali DIRI-NYA saja

Ya, segala yang ditangkap oleh panca indera laksana gelas kristal. Sedangkan bermacam ilmu pengetahuan dan seni merupakan inskripsi (penjelasan) dari gelas itu. Dan tidakkah engkau mengerti bahwa ketika gelas itu jatuh dan terpecah belah, maka inskripsi tersebut juga ikut menghilang. Adapun sari buah (juice) adalah sesuatu yang berada di dalam gelas itu, dan siapapun yang meminumnya maka ia akan dapat mengerti apa yang sejati.

Pun kondisi tersebut seperti orang yang menyelam dan tenggelam. Keduanya sama-sama berada di air. Bedanya orang yang menyelam berarti dia bisa mengendalikan air dengan kemampuannya dan bergerak sesuka hatinya, sedangkan yang tenggelam justru dirinya telah dibawa oleh air tersebut. Makanya setiap ucapan, tindakan, dan gerakan orang yang “tenggelam” sejatinya berasal dari “air” – sehingga “air” itulah yang perkasa. Sedangkan dalam hal ini dia hanyalah sebatas alat. Seperti ketika engkau mendengar kata-kata dari balik dinding, tentunya kau tahu bahwa kata-kata itu bukanlah berasal dari dinding, tetapi ada Wujud yang membuat dinding tersebut seperti berbicara.

Begitulah dengan keadaan para kekasih-NYA. Mereka sudah mati sebelum mati. Sehingga cuma bergerak mengikuti kehendak-NYA, tak ada satupun yang tersisa dari diri mereka. Dan di tangan kekuasaan-NYA, mereka pun seperti pedang dan perisai. Dimana setiap gerakannya tidak berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari PEMEGANG-NYA. Inilah yang dimaksudkan dengan “Akulah DIA!”. Sehingga ia tidak akan melihat dan merasakan kebenaran dalam hasrat yang memenuhinya, yaitu ingin bisa ini dan itu; ingin tahu ini dan itu. Ada selubung yang menyembunyikan keberadaan, dan SANG GURU takkan sudi melihat atau mengajarinya selama masih ada selubung tersebut. Karena itulah semua bentuk keinginan, kecederungan, dan cinta yang ada di hati seseorang terhadap sesuatu, juga merupakan bagian dari hasrat. Nah hasrat inilah yang sering menjadi penghalang antara dirinya dengan DIRI-NYA. Inilah yang meruntuhkan jembatan lurus (shiroothol mustaqiim) menuju ke tujuan yang hakiki.

Dan semua hasrat itu sebenarnya adalah selubung yang terus menutupi mata hati. Ketika seseorang telah menjalani kehidupan dunia dan melihat KEKASIH-nya tanpa adanya selubung, maka ia akan menyadari bahwa semua hasrat itu tak lain adalah selubung. Tabir yang terus menutupi. Sementara pengembara yang sejati adalah mereka yang dalam realitasnya selalu tertuju pada satu hal, yaitu DIRI KEKASIH-nya. Karena itulah setiap masalah akan terpecahkan, dan ia pun bisa mendengarkan semua jawaban atas setiap pertanyaan dan masalah yang ada di hatinya. Semuanya akan terlihat dengan jelas dan terperinci ketika ia mampu menyingkap tabir rahasia yang tersembunyi. Tetapi ini bukanlah cara-NYA untuk menjawab berbagai pertanyaan dan masalah secara terpisah, melainkan dengan satu jawaban yang merangkum setiap pertanyaan dan masalah, dan semua urusan pun dapat terselesaikan.

Disatu sisi, adanya selubung itu adalah demi kebaikan kita. Sebab jika keindahan-NYA dipersaksikan tanpa adanya selubung, maka kita pun takkan mampu untuk menahan dan menikmatinya. Melalui perantaraan tabir-tabir itulah kita mendapatkan pertolongan dan persiapan sebelum layak mendekati-NYA setahap demi setahap

Namun, salah satu dari sifat manusia itu adalah begitu mudahnya melupakan KEKASIH. Lihatlah bagaimana dunia ini telah bisa menjadi kekasih tercinta dan sahabat yang paling menyenangkan. Segalanya terlihat indah dan menggairahkan. Dan karena sudah tergelincir dalam kebahagiaan semu tersebut, sungguh banyak yang melupakan DIRI KEKASIH sejatinya. Dengan tindakan yang disadari atau tidak disadari lagi, perlahan dari apapun yang wujudnya berbeda namun indah lantas dianggapnya sebagai tujuan. Padahal bagaimana seseorang bisa mengenali-NYA, sementara ia tak pernah memperhatikan-NYA dengan baik. Selama hidupnya, ia telah melupakan DIRI-NYA secara terang-terangan dan atau tersembunyi. Tak ada lagi kesadaran diri.

Untuk itu, siapapun harus melampaui dirinya sendiri dengan cara terus mengarah kepada-NYA. Karena yang senang berada jauh dari KEKASIH-nya dan tak berusaha untuk sampai kepada-NYA, maka dia bukanlah manusia. Dan jika ia dapat memahami dirinya sendiri dengan benar, ia pun takkan pernah berhenti dalam berusaha dan terus mengitari cahaya keagungan-NYA dalam ketenangan. Dari situlah ia bisa meraih kedamaian, sebab telah menyaksikan Yang Sejati meskipun DIA tak bisa dipahami oleh akal pikiran. Sebab akal pikiran adalah sesuatu yang terus berproses meskipun DIRI-NYA tak bisa diketahui.

Demikianlah tulisan ini berakhir. Mugia Rahayu Sagung Dumadi.. 🙏

Jambi, 16 September 2022
Harunata-Ra

[Cuplikan dari buku “Diri Sejati”, karya: Harunata-Ra]

Bonus instrumental:

 

Tinggalkan komentar